Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kuntoro Boga
Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Kementan

Praktisi, Peneliti dan Pengamat Pertanian

Mengelola Dinamika Pasar dan Industri Kelapa Bulat

Kompas.com - 3 Juli 2025, 13:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEJAK akhir 2024, terjadi kenaikan harga kelapa bulat di mana lonjakan harga terjadi di tingkat petani dan pasar. Harga meroket tajam seiring meningkatnya permintaan ekspor, terutama dari China.

Di sentra produksi Riau, harga naik dari Rp 3.250/kg menjadi Rp 8.000/kg, sementara di Sulawesi Utara stabil di atas Rp 4.000/kg awal 2025.

Dampaknya terasa di tingkat konsumen, dengan harga kelapa parut di Jakarta mencapai Rp 21.000/kg dan harga per buah kelapa di Bekasi hingga Rp 25.000.

Harga produk impor kelapa di China juga naik 12 persen menjadi 596 dollar AS per ton, membuat pasar ekspor lebih menarik bagi petani dan pedagang, mendorong aliran produk ke luar negeri.

Ironisnya, kelangkaan kelapa yang terjadi di pasar lokal terjadi di saat produksi nasional cukup tinggi, yakni 2,84 juta ton atau 14,18 miliar butir pada 2023.

Dengan konsumsi domestik sekitar 10 miliar butir, Indonesia sebenarnya surplus. Namun, distribusi yang tidak efisien dan rantai pasok yang panjang, seperti minimnya pasokan ke Kepulauan Riau, menyebabkan harga lokal melambung, bahkan santan mencapai Rp 30.000/kg.

Akibatnya, meski petani memperoleh keuntungan lebih besar, konsumen dan industri pengolahan dalam negeri justru menghadapi tekanan akibat mahalnya bahan baku.

Pasar ekspor kelapa nasional

Volume ekspor kelapa Indonesia memang meningkat tajam dalam beberapa bulan terakhir. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor kelapa bulat pada Januari–Maret 2025 mencapai 46 juta dollar AS (Sekitar Rp 740 miliar), melonjak 146 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Baca juga: Potensi Kelapa Genjah dan Pemenuhan Santan

Sekitar 95 persen ekspor tersebut ditujukan ke China, dengan sebagian kecil ke Vietnam dan Thailand.

Dari sisi volume, ekspor kelapa bulat sepanjang 2024 mencapai 432.000 ton, naik dari 381.000 ton pada 2023, dan hanya dalam dua bulan pertama 2025 telah menembus 71.000 ton.

Produk turunan kelapa juga menunjukkan kinerja ekspor yang relatif positif, meski belum optimal. Kopra menyumbang ekspor senilai 6 juta dollar AS (sekitar 97 miliar) hingga Maret 2025.

Namun, ekspor Virgin Coconut Oil (VCO) masih tertinggal, hanya sekitar 4 juta dollar AS pada 2023, jauh di bawah India.

Padahal, permintaan dunia terhadap VCO terus naik karena tren makanan sehat dan kosmetik organik. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih terlalu bergantung pada ekspor komoditas primer, sementara potensi hilirisasi belum dimaksimalkan.

Tren harga global turut memperkuat posisi ekspor Indonesia. Permintaan minyak kelapa mentah tetap tinggi di pasar internasional, khususnya untuk pangan dan oleokimia.

Indeks harga kelapa parut juga meningkat di pasar utama seperti China dan Eropa. Negara lain seperti Vietnam dan Korea Selatan mulai memperluas pembelian kelapa dari Indonesia.

Ketidakseimbangan pasokan global menjadikan harga kelapa Indonesia tetap kompetitif dan memperkuat peluang untuk menjadi pemain utama pasar dunia, asal dibarengi strategi hilirisasi dan penguatan industri pengolahan.

Menanggapi kondisi ini, pemerintah pusat menyiapkan berbagai kebijakan untuk menjaga keseimbangan antara ekspor dan kebutuhan domestik.

Rencana pungutan ekspor kelapa bulat telah diumumkan untuk mengendalikan arus ekspor dan mendorong hilirisasi.

Skema tarif progresif juga disiapkan agar ekspor kelapa mentah dikenai tarif lebih tinggi dibanding produk olahan. Dana dari pungutan ini akan digunakan untuk mendanai program replanting kelapa rakyat.

Sementara itu, usulan moratorium ekspor masih diperdebatkan. Di daerah, seperti di Kepulauan Riau, pemerintah setempat meminta pembatasan ekspor karena pasokan lokal anjlok dan harga santan melonjak.

Baca juga: Fluktuasi Harga Kopi dan Insentif bagi Petani Indonesia

Pemerintah pusat membuka ruang dialog untuk merumuskan solusi bersama yang adil dan berkelanjutan.

Dinamika Industi Kelapa Nasional

Kenaikan harga kelapa sejak akhir 2024 disambut positif oleh para petani di berbagai sentra produksi. Peningkatan harga ini secara langsung meningkatkan pendapatan petani dan mendorong optimisme untuk memperluas areal tanam.

Pemerintah pun menilai momen ini sebagai waktu yang tepat untuk mempercepat replanting kebun kelapa rakyat.

Di beberapa daerah, seperti Sulawesi Utara, sejumlah koperasi telah melakukan hilirisasi mandiri dengan memproduksi kopra dan Virgin Coconut Oil (VCO), sehingga petani memperoleh nilai tambah lebih besar dan dapat memotong rantai distribusi yang panjang.

Di sisi lain, eksportir dan pedagang besar tetap fokus pada peluang pasar global yang menawarkan harga lebih tinggi dibanding pasar domestik.

Banyak dari mereka mendukung rencana pungutan ekspor, selama hasilnya dialokasikan untuk mendukung petani dan industri hilir.

Beberapa eksportir mulai beralih ke produk setengah jadi seperti kopra untuk mengantisipasi kemungkinan pembatasan ekspor kelapa bulat. Pemerintah pun terus berdialog dengan pelaku usaha untuk menjaga keseimbangan antara ekspor dan pasokan dalam negeri.

Namun, industri pengolahan kelapa, terutama produsen santan dan VCO, kini menghadapi tekanan berat akibat lonjakan harga bahan baku.

UMKM santan harus menaikkan harga jual akibat biaya produksi yang melonjak, sementara industri VCO justru melihat peluang dari tingginya permintaan global.

Sayangnya, banyak pelaku usaha kecil masih terkendala akses permodalan dan kapasitas produksi. Beberapa UMKM di daerah seperti Lampung dan Bali mulai menembus pasar ekspor berkat fasilitasi pemerintah.

Baca juga: Masa Depan Industri Tembakau Indonesia

Untuk menjaga keberlanjutan, upaya hilirisasi dan penguatan industri pengolahan perlu diperluas, agar ketergantungan terhadap ekspor kelapa mentah bisa dikurangi dan manfaat ekonomi dapat dirasakan lebih merata.

Solusi ke depan

Tata niaga kelapa bulat di Indonesia masih menghadapi tantangan serius akibat panjangnya rantai distribusi dan infrastruktur yang belum optimal.

Perbedaan harga antara tingkat petani dan konsumen mencerminkan ketimpangan sistem, di mana harga di petani sangat rendah jika dibandingkan harga di daerah pemasaran atau di kota.

Kurangnya konektivitas transportasi dan ketimpangan informasi harga memperparah situasi ini. Penguatan kelembagaan petani melalui koperasi atau kemitraan langsung menjadi solusi strategis.

Di Sulawesi Utara, koperasi yang memproduksi kopra dan VCO berhasil menjual langsung ke industri dengan harga jauh lebih baik.

Teknologi informasi pun dipandang krusial, di mana aplikasi digital yang menyediakan data harga pasar dan permintaan industri akan memperkuat posisi tawar petani.

Di sisi lain, percepatan pembangunan jalan produksi, pelabuhan peti kemas, dan cold storage di sentra kelapa penting untuk memperlancar distribusi dan menjaga mutu produk.

Menanggapi tantangan ini, pemerintah mulai mengarahkan kebijakan ke strategi hilirisasi dan perbaikan sistem produksi jangka panjang.

Insentif fiskal diberikan untuk mendorong pembangunan industri pengolahan di dekat sentra produksi, agar nilai tambah dapat dinikmati langsung oleh petani.

Program replanting kebun kelapa tua juga mulai dijalankan dengan dukungan dana dari BPDP, yang sebelumnya hanya fokus pada sawit. Upaya ini menjadi sangat krusial di tengah lonjakan ekspor kelapa bulat.

Sinergi antara kebijakan fiskal, investasi infrastruktur, digitalisasi sistem distribusi, dan penguatan kelembagaan petani akan menjadi fondasi bagi pengembangan agribisnis kelapa Indonesia yang lebih inklusif, efisien, dan berkelanjutan.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Varietas Tanaman
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Varietas Tanaman
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Varietas Tanaman
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Tips
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Varietas Tanaman
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Varietas Tanaman
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Varietas Tanaman
Masa Depan Pala Banda
Masa Depan Pala Banda
Varietas Tanaman
Revitalisasi Kebun Teh: Menyatukan Alam, Wisata, dan Harapan
Revitalisasi Kebun Teh: Menyatukan Alam, Wisata, dan Harapan
Varietas Tanaman
Pasar Organik dan Produk Perkebunan
Pasar Organik dan Produk Perkebunan
Varietas Tanaman
DNA Petani Kita, Tangguh di Era Modernisasi
DNA Petani Kita, Tangguh di Era Modernisasi
Perawatan
Menikmati Renyahnya Potensi Kenari Ternate
Menikmati Renyahnya Potensi Kenari Ternate
Varietas Tanaman
Menata Ulang Kemitraan Gula: Jalan Menuju Kemandirian
Menata Ulang Kemitraan Gula: Jalan Menuju Kemandirian
Varietas Tanaman
Kluwek: Rahasia Kepayang pada Kuliner Nusantara
Kluwek: Rahasia Kepayang pada Kuliner Nusantara
Varietas Tanaman
Bongkar Ratoon Tebu, Jalan Cepat Swasembada Gula
Bongkar Ratoon Tebu, Jalan Cepat Swasembada Gula
Varietas Tanaman
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau