Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kuntoro Boga
Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Kementan

Praktisi, Peneliti dan Pengamat Pertanian

Menjaga Andaliman, Rempah Wangi yang Tak Tergantikan

Kompas.com - 20 Oktober 2025, 13:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Wisnubrata

DI dapur Batak, tak ada aroma yang lebih menggoda dari getar pedas nan sitrun milik andaliman (Zanthoxylum acanthopodium). Rempah mungil ini bukan sekadar bumbu, melainkan identitas yang melekat pada rasa dan jiwa masyarakat Sumatera Utara. Tak heran jika ia dijuluki “merica Batak”.

Namun di balik keharuman yang mengikat ingatan itu, tersimpan kegelisahan, pasokan andaliman kian menipis, sentra produksinya menyusut, dan rantai pasoknya rapuh. Menjaga andaliman kini bukan hanya urusan dapur, tetapi juga tentang melindungi sumber penghidupan petani, menjaga keseimbangan alam, dan merawat warisan budaya yang membentuk jati diri suatu daerah.

Andaliman tumbuh alami di ketinggian 1.200–2.000 meter di atas permukaan laut, terutama di kawasan berhawa sejuk sekitar Danau Toba, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Samosir, hingga sebagian Dairi. Tanaman perdu berduri ini sukar dibudidayakan. Andaliman menuntut tanah vulkanik yang lembap, curah hujan teratur, dan penyerbukan alami dari serangga serta kelelawar malam. Karena itu, sebagian besar andaliman masih dipetik dari hutan-hutan adat.

Di Dolok Sanggul dan Tarutung, petani kerap menempuh perjalanan panjang menuju lereng terjal untuk memanen buah kecil berwarna hijau kemerahan itu. Panennya musiman, sekali atau dua kali setahun, dan hasilnya sangat bergantung pada cuaca. Satu pohon hanya mampu menghasilkan sekitar satu hingga dua kilogram buah kering per musim, dan bila kemarau panjang tiba, banyak pohon tak lagi berbuah.

Ketiadaan kebun andaliman yang dikelola secara intensif membuat pasokan tak menentu, sementara permintaan justru terus meningkat. Di pasar lokal, harga andaliman kering pernah menembus Rp700.000 per kilogram, ironi di tanah asalnya sendiri. Ketidakpastian ini mencerminkan betapa rapuhnya sistem produksi rempah yang menjadi ikon rasa Nusantara.

Andaliman seharusnya tak berhenti sebagai kebanggaan kuliner, tetapi naik kelas menjadi komoditas unggulan berbasis kearifan lokal. Dengan riset budidaya, pendampingan petani, dan promosi sebagai identitas gastronomi Danau Toba, andaliman bisa menjadi simbol bagaimana aroma khas dari lembah kecil di Sumatera mampu menembus cita rasa dunia.

Baca juga: 5 Fakta Menarik Andaliman, Lada Batak yang Muncul di MasterChef Indonesia

Buah tanaman andalimanShutterstock/Octopus16 Buah tanaman andaliman

Rempah Bernilai Tinggi

Tradisi pemasaran andaliman di Sumatera Utara masih bertumpu pada jaringan lokal yang sederhana. Pedagang pengumpul membeli hasil petik dari petani, mengeringkannya, lalu menjualnya ke pasar-pasar tradisional di Balige, Tarutung, atau Pematang Siantar. Dari sana, sebagian besar dikirim ke Medan sebelum akhirnya terbang ke kota-kota besar di luar pulau.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, geliat baru mulai terasa. Sejumlah wirausaha muda dan pelaku kuliner kreatif memasarkan andaliman secara daring, baik dalam bentuk rempah kering maupun olahan seperti sambal, minyak, dan bubuk siap pakai. Mereka memanfaatkan platform e-commerce dan media sosial untuk memperkenalkan sensasi “numbing” khas andaliman kepada pasar urban di Jakarta hingga luar negeri.

Tren kuliner etnik dan heritage food memberi ruang baru bagi rempah ini untuk kembali naik kelas sebagai ikon rasa Nusantara. Sayangnya, rantai pasok yang masih rapuh membuat skala usaha sulit diperbesar.

Dari perspektif ekonomi, andaliman sejatinya merupakan komoditas bernilai tinggi yang belum tergarap optimal. Di kancah global, keluarga Zanthoxylum dikenal luas sebagai Sichuan pepper di Tiongkok, timur berry di Jepang, dan sansho di Korea. Permintaan dunia terhadap rempah jenis ini terus meningkat karena digunakan dalam industri makanan, minuman, kosmetik, hingga farmasi.

Kajian Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa andaliman mengandung 4–7 persen minyak atsiri dengan komponen utama limonena dan citronellal, senyawa yang memberi aroma jeruk segar sekaligus sensasi kebas di lidah. Potensi nilai tambahnya besar jika dikembangkan sebagai bahan baku parfum alami, aromaterapi, atau flavoring agent untuk industri makanan modern.

Simulasi sederhana menunjukkan bahwa jika Indonesia mampu mengelola 1.000 hektar lahan budidaya andaliman secara berkelanjutan, dengan produktivitas rata-rata 500 kilogram per hektar per tahun, nilai ekonomi bruto dapat mencapai lebih dari Rp350 miliar per tahun. Angka ini belum termasuk potensi turunan seperti sambal, saus, minyak atsiri, atau produk kering dalam kemasan yang siap ekspor.

Namun kunci keberhasilan bukan hanya pada angka, melainkan pada keberlanjutan bahan baku. Tanpa ekosistem budidaya yang kuat, regenerasi petani, serta dukungan riset dan pasar yang berpihak, potensi besar itu hanya akan menjadi aroma nostalgia dari dapur Batak yang kian memudar.

Lebih dari sekadar komoditas, andaliman adalah bagian dari jati diri masyarakat Batak. Ia hadir dalam setiap ritual adat, dari pesta mangulosi hingga mangokal holi, menjadi simbol kehangatan dan kebersamaan.

Dalam falsafah Batak, makanan yang baik bukan hanya mengenyangkan, tetapi juga mengandung tolu sahat, rasa, makna, dan kehangatan sosial, dan andaliman mewujudkan ketiganya dalam satu aroma yang mengundang perbincangan serta menyatukan keluarga.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Varietas Tanaman
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Varietas Tanaman
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Varietas Tanaman
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Tips
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Varietas Tanaman
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Varietas Tanaman
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Varietas Tanaman
Masa Depan Pala Banda
Masa Depan Pala Banda
Varietas Tanaman
Revitalisasi Kebun Teh: Menyatukan Alam, Wisata, dan Harapan
Revitalisasi Kebun Teh: Menyatukan Alam, Wisata, dan Harapan
Varietas Tanaman
Pasar Organik dan Produk Perkebunan
Pasar Organik dan Produk Perkebunan
Varietas Tanaman
DNA Petani Kita, Tangguh di Era Modernisasi
DNA Petani Kita, Tangguh di Era Modernisasi
Perawatan
Menikmati Renyahnya Potensi Kenari Ternate
Menikmati Renyahnya Potensi Kenari Ternate
Varietas Tanaman
Menata Ulang Kemitraan Gula: Jalan Menuju Kemandirian
Menata Ulang Kemitraan Gula: Jalan Menuju Kemandirian
Varietas Tanaman
Kluwek: Rahasia Kepayang pada Kuliner Nusantara
Kluwek: Rahasia Kepayang pada Kuliner Nusantara
Varietas Tanaman
Bongkar Ratoon Tebu, Jalan Cepat Swasembada Gula
Bongkar Ratoon Tebu, Jalan Cepat Swasembada Gula
Varietas Tanaman
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau