
LAIKNYA seorang penjelajah rasa, beberapa hari lalu saya duduk di sebuah warung sederhana dipinggir pantai kota Ternate, menikmati sepiring gohu ikan, potongan ikan tuna segar yang diolah ala ceviche dengan campuran daun kemangi, perasan jeruk, cabai, dan taburan kacang kenari sangrai di atasnya. Perpaduan asam segar, pedas, dan gurih renyah dari kenari menghadirkan kejutan lezat di lidah.
Tak ketinggalan, saya pun mencicipi halua kenari, kudapan manis khas Maluku Utara (Malut) berupa kacang kenari berbalut karamel gula merah yang kerap dijadikan buah tangan wisatawan. Rasanya manis legit berpadu dengan gurihnya kenari, sederhana, namun membuat ketagihan.
Di Maluku Utara, kenari atau walnut (bahasa Inggris) adalah kacang dari pohon bergenus Juglans yang hadir di berbagai hidangan, dari sambal, campuran sayur, kue tradisional, hingga taburan minuman air guraka (wedang jahe khas setempat). Kenari seolah menjadi bintang tersembunyi dalam kuliner lokal.
Ironisnya, di luar wilayah timur Indonesia, nama kacang kenari nyaris tenggelam. Padahal, pengalaman kuliner di Ternate tersebut membuka mata bahwa kenari menyimpan potensi luar biasa, bukan hanya lezat dan bernilai gizi tinggi, tetapi juga berpotensi menjadi penggerak ekonomi lokal, komoditas ekspor bernilai, sekaligus bagian dari pelestarian lingkungan Maluku Utara.
Baca juga: Kacang Kenari Berguna untuk Redakan Stres, Percaya?
Kenari (Canarium spp.) adalah tumbuhan asli Maluku dan Maluku Utara yang tumbuh liar sejak masa lalu, dengan pohon-pohon besar berusia ratusan tahun. Buah kenari yang mungil menyimpan “harta karun” berupa biji bernutrisi tinggi. Meski berukuran kecil, perannya besar bagi masyarakat setempat: kenari menjadi sumber pangan bergizi dan komoditas yang membantu menambah pendapatan keluarga.
Secara ekonomi, Maluku Utara merupakan salah satu sentra produksi kenari di Indonesia. Dalam satu hektare lahan dapat ditumbuhi sekitar 90 pohon kenari, masing-masing menghasilkan sekitar 50 kilogram biji, sehingga total produksi bisa mencapai 4,5 ton per hektare per tahun.
Kenari bahkan mulai merambah pasar ekspor. Pada 2021, kenari asal Pulau Makian (Halmahera Selatan) berhasil menembus pasar Eropa, antara lain ke Finlandia dan Italia. Langkah ini didukung oleh pemerintah melalui penerbitan kode HS khusus agar produk kenari diakui dalam klasifikasi perdagangan global.
Baca juga: Sahrin, Wanita Penjual Kenari yang Mampu Sarjanakan 7 Anaknya
Ilustrasi walnut alias kacang kenariKeunggulan kenari tidak hanya pada cita rasa dan nilai ekonominya, tetapi juga pada kandungan gizinya. Biji kenari mengandung lemak nabati sekitar 65–70 % dari berat kering, serta protein sekitar 8%, menjadikannya sumber energi yang tinggi. Selain itu, kenari juga kaya akan serat, vitamin E, mineral seperti magnesium dan kalium, serta antioksidan yang baik bagi tubuh.
Konsumsi kenari dikaitkan dengan berbagai manfaat kesehatan, seperti menjaga jantung, menurunkan tekanan darah, memperbaiki pencernaan, dan mengurangi risiko penyakit kronis.
Dari sisi lingkungan, pohon kenari berperan penting dalam menjaga ekosistem Maluku. Ia tumbuh berdampingan dengan pala, cengkih, dan rempah lain, memperkuat sistem agroforestri serta melindungi tanah dan tanaman sekitar dari cuaca ekstrem. Hutan kenari yang lestari berarti menjaga keanekaragaman hayati sekaligus membantu mitigasi perubahan iklim.
Sejak lama, warga setempat memanfaatkan kenari dalam aneka resep tradisional. Kacang kenari yang ditumbuk kasar sering menjadi campuran sambal atau taburan dalam acar sayuran khas bernama ulang-ulang, sejenis gado-gado lokal. Kenari juga diolah menjadi bahan kue dan biskuit tradisional, serta dijadikan topping untuk minuman khas air guraka.
Di Pulau Banda dan sekitarnya, kenari diubah menjadi halua kenari, berupa permen kenari berbalut gula merah yang tahan lama dan menjadi oleh-oleh favorit wisatawan. Dahulu, masyarakat bahkan memproduksi minyak masak dari biji kenari, meski kini tradisi itu kian jarang dilakukan karena minyak kelapa dan sawit lebih mudah diperoleh.
Selain menjadi bagian dari kuliner dan budaya, kenari juga berperan penting dalam kehidupan ekonomi masyarakat Maluku Utara. Bagi banyak keluarga petani, kenari menjadi sumber penghasilan tambahan yang diandalkan, terutama saat musim panen dua hingga tiga kali setahun.
Proses panennya masih tradisional , warga menunggu buah kenari matang jatuh dari pohon yang menjulang tinggi, lalu mengupas, menjemur, dan memecah cangkangnya secara manual untuk mengambil isi bijinya. Biji kenari yang sudah bersih biasanya dijual ke pedagang pengumpul lokal dengan harga sekitar Rp50.000 per kilogram. Meski sederhana, kegiatan ini menjadi bagian dari siklus hidup masyarakat pedesaan yang menggambarkan hubungan harmonis antara manusia dan alam.
Pasar kenari dari Maluku Utara sejatinya telah menjangkau berbagai kota besar seperti Surabaya, Jakarta, dan Makassar, meski sering kali tanpa label asal yang jelas. Bagi masyarakat Banda, Ternate, dan Halmahera, penghasilan dari kenari bersifat musiman namun tetap berarti.