KETAHANAN pangan adalah tantangan mendesak yang dihadapi Indonesia, terutama di tengah ancaman perubahan iklim global dan ketidakstabilan geopolitik.
Presiden Prabowo Subianto telah menyatakan bahwa pangan adalah urusan penting bagi pemerintah Indonesia dan merupakan kebutuhan utama rakyat.
Dalam pidatonya, beliau menekankan bahwa sektor pangan, khususnya swasembada pangan, menjadi prioritas utama pemerintahannya.
Prabowo berjanji untuk mewujudkan swasembada pangan dalam waktu dekat, bahkan berharap Indonesia dapat menjadi lumbung pangan dunia dalam beberapa tahun mendatang.
Pernyataan ini menunjukkan komitmen kuat pemerintah terhadap ketahanan pangan, yang tidak hanya penting untuk kesejahteraan rakyat, tetapi juga untuk posisi Indonesia di kancah internasional.
Program swasembada pangan ini berfokus pada peningkatan produksi pangan lokal dan pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik.
Baca juga: Prospek Vanili Premium Indonesia
Ketergantungan yang tinggi pada beras dan gandum akan mengakibatkan kerentanan pada sistem pangan nasional.
Diversifikasi pangan berbasis komoditas lokal seperti sagu dapat menjadi solusi strategis untuk mengatasi tantangan ini.
Sebagai sumber daya alam yang melimpah di Indonesia, sagu memiliki potensi besar untuk mendukung ketahanan pangan, mengurangi ketergantungan pada impor, dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis kearifan lokal.
Indonesia memiliki mega deposit dan rumah bagi sekitar 85 persen total lahan sagu dunia, dengan luas sekitar 5,5 juta hektare.
Namun, dari luas tersebut, hanya 212.468 hektare yang dimanfaatkan secara optimal, menghasilkan 385.905 ton tepung sagu per tahun (Statistik Perkebunan, 2022). Sebagian besar produksi sagu berasal dari Papua, menjadikannya pusat penghasil utama.
Sagu merupakan komoditas lokal dengan berbagai keunggulan yang menjadikannya alternatif pangan strategis.
Salah satu kelebihannya adalah ketahanan terhadap perubahan iklim. Tanaman sagu mampu tumbuh di lahan marginal dengan kebutuhan input kimia minimal, menjadikannya tanaman yang tangguh dalam menghadapi kondisi lingkungan ekstrem.
Dari segi nutrisi, sagu memiliki kandungan karbohidrat tinggi, bebas gluten, rendah indeks glikemik, dan kaya akan serat sehingga sangat cocok sebagai pangan sehat, terutama bagi penderita diabetes.
Selain itu, budidaya sagu mendukung keberlanjutan lingkungan karena tidak memerlukan konversi hutan skala besar, sehingga dapat menjaga ekosistem alami.
Baca juga: Pohon Aren: Pangan, Energi, dan Lingkungan
Keunggulan lainnya terletak pada potensi produk turunannya yang sangat beragam, mulai dari tepung sagu, mie, roti, biskuit, hingga bioetanol, yang memiliki nilai tambah tinggi dan mendukung pengembangan industri berbasis sagu.
Meskipun memiliki potensi besar, pengembangan sagu di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diatasi.
Salah satu kendala utama adalah rendahnya popularitas sagu dibandingkan dengan beras dan gandum, yang lebih dominan dalam pola konsumsi masyarakat.
Selain itu, keterbatasan teknologi pengolahan sagu turut menjadi hambatan. Kurangnya inovasi dan efisiensi dalam pengolahan membuat produk turunan sagu sulit bersaing di pasar.
Tantangan lainnya adalah pasar sagu yang masih tersegmentasi, di mana konsumsi cenderung terkonsentrasi di wilayah Indonesia Timur, sehingga membatasi perluasan pasar.
Ditambah lagi, biaya logistik yang tinggi dalam distribusi produk sagu dari wilayah Timur ke wilayah Barat sering kali tidak efisien, sehingga mengurangi daya saing produk sagu di tingkat nasional.
Pengembangan komoditas sagu di masa depan membutuhkan pendekatan menyeluruh dan strategis untuk mengoptimalkan potensinya sebagai alternatif pangan nasional.
Langkah pertama adalah menggalakkan edukasi dan promosi sagu sebagai pangan sehat melalui kampanye yang melibatkan komunitas kesehatan.
Baca juga: Kelapa Kopyor: Potensi Komoditas Unggulan Indonesia
Menu berbasis sagu perlu disediakan di sekolah-sekolah, acara pemerintah, dan restoran lokal, serta diiringi dengan penyelenggaraan festival pangan lokal guna meningkatkan kesadaran masyarakat.
Berbicara tentang sagu, kita tentu teringat pada berbagai panganan tradisional Indonesia yang sangat populer, seperti papeda atau sinonggi dari Papua dan Sulawesi atau beragam kue tradisonal dari timur.
Keberagaman produk pangan berbasis sagu ini perlu terus dikembangkan, dipopulerkan, dan dilestarikan agar dapat mempertahankan nilai budaya serta meningkatkan kontribusinya terhadap ketahanan pangan nasional.
Dengan branding tepat, Indonesia dapat menjadi pusat inovasi global untuk produk berbasis sagu.
Selain itu, pengembangan sagu sejalan dengan agenda keberlanjutan global karena jejak karbon tanaman ini lebih rendah dibandingkan tanaman pangan lainnya.
Selain itu, diversifikasi produk menjadi kunci penting dengan mengembangkan produk inovatif seperti mie instan sagu, camilan sehat, dan makanan siap saji. Teknologi modern harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi produksi.
Produk turunan sagu seperti mie sagu kini telah diekspor ke Malaysia, dengan peluang ekspansi ke Eropa dan Amerika Serikat.
Pada tahun 2023, volume ekspor sagu Indonesia mencapai sekitar 10.000 ton dengan nilai total 3,34 juta dollar AS atau sekitar Rp 55 miliar.
Malaysia menjadi negara tujuan utama dengan mengimpor 8.512 ton pati sagu senilai 2,03 juta dollar AS, diikuti oleh Jepang yang menerima 1.002 ton dengan nilai 574.000 dollar AS.
Selain itu, China mengimpor 188 ton senilai 462.000 dollar AS, sementara Korea Selatan juga termasuk dalam pasar utama.
Ekspor sagu Indonesia tidak hanya terbatas pada Asia Timur dan Tenggara, tetapi juga menjangkau Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Yaman, serta Eropa, khususnya Italia.
Baca juga: Pinang dan Pemanfaatan di Masa Depan
Data ini mencerminkan peluang besar untuk diversifikasi produk pangan lokal sekaligus memperluas penetrasi Indonesia di pasar global.
Saat ini, berbagai industri pangan berbasis sagu telah banyak didirikan di Indonesia, menghasilkan produk-produk seperti nasi sagu instant, mie sagu, tepung sagu, hingga aneka camilan berbasis sagu.
Selain itu, ada juga inovasi produk seperti gula cair dari sagu dan bioetanol.
Produk-produk ini semakin diminati karena dianggap sebagai alternatif pangan yang ramah lingkungan dan bergizi, sekaligus mendukung kedaulatan pangan nasional.
Upaya untuk meningkatkan daya saing produk sagu di pasar domestik dan internasional terus dilakukan, dengan fokus pada peningkatan nilai tambah dan diversifikasi produk olahan sagu.
Peningkatan produksi sagu dan distribusi juga harus menjadi prioritas. Integrasi petani dalam koperasi dapat meningkatkan efisiensi distribusi, sementara investasi dalam industri pengolahan sagu berskala besar perlu didorong.
Infrastruktur logistik di wilayah Timur juga harus diperkuat untuk mendukung kelancaran distribusi produk sagu.
Untuk memperluas pasar, branding sagu sebagai "superfood lokal" dapat diupayakan untuk pasar global.
Platform digital dan e-commerce menjadi sarana strategis untuk menjangkau generasi muda, sementara kerja sama ekspor dengan negara-negara seperti Malaysia, Eropa, dan Amerika Serikat dapat membuka peluang pasar internasional.
Dalam mendukung langkah-langkah tersebut, diperlukan rekomendasi kebijakan yang jelas. Penataan lahan sagu secara terpadu dengan pengolahan industri harus dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah produk.
Pemerintah juga perlu memberikan insentif finansial bagi petani dan pelaku usaha, termasuk subsidi investasi. Stabilitas harga batang dan tepung sagu harus dijaga dengan menetapkan harga minimum yang adil.
Selain itu, sebuah Gerakan Sagu Nasional perlu diluncurkan untuk mempromosikan sagu sebagai pangan lokal utama, dengan target mengurangi ketergantungan pada beras hingga 15 persen dalam lima tahun mendatang.
Pendekatan komprehensif ini diharapkan mampu menjadikan sagu sebagai motor penggerak ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan.
Di sisi lain, masyarakat, petani dan pelaku usaha memegang peran penting dalam meningkatkan produktivitas, inovasi, serta diversifikasi produk berbasis sagu.
Masyarakat wajib dilibatkan dalam meningkatkan kesadaran akan manfaat deposit sagu Indonesia sebagai bahan pangan sehat dan potensial untuk menggantikan sumber pangan impor.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.