
Untuk menjual produk berlabel organik, petani wajib memiliki sertifikat resmi yang memerlukan biaya audit dan dokumentasi tinggi. Tidak sedikit petani yang sudah menerapkan praktik organik akhirnya urung mengurus sertifikat karena terbebani biaya. Harmonisasi standar nasional dengan standar ekspor juga perlu agar pengakuannya lebih luas.
Selain itu, pasar ekspor menuntut pasokan berkelanjutan dalam volume besar, sedangkan lahan organik kita masih terbatas. Luasan kopi organik Indonesia, misalnya, baru sekitar 31 ribu hektar, hanya sebagian kecil dari total kebun kopi nasional. Kakao dan rempah organik juga masih berskala kecil dan tersebar, membuat suplai tidak stabil. Transisi ke organik juga sering menurunkan hasil panen sementara karena adaptasi tanah dan tanaman. Karena itu, pembentukan kelompok tani organik dan kemitraan dengan eksportir yang memberi kepastian pembelian menjadi kunci menjaga semangat petani dan kontinuitas pasokan.
Tantangan lain muncul dari sisi harga dan pasar. Produk organik umumnya dijual lebih mahal karena biaya produksinya lebih tinggi, dari pupuk alami, pengendalian hama manual, hingga sertifikasi. Akibatnya, pasar domestik masih terbatas pada konsumen berpenghasilan menengah ke atas. Maka, edukasi publik sangat dibutuhkan agar masyarakat memahami nilai tambah dan manfaat produk organik bagi kesehatan dan lingkungan.
Semakin banyak konsumen sadar akan hal ini, semakin besar peluang pertumbuhan pasar dan penurunan harga karena skala ekonomi tercapai. Beberapa daerah seperti Bali telah menunjukkan terobosan dengan regulasi lokal dan lembaga sertifikasi mandiri untuk menekan biaya sertifikasi petani. Inisiatif serupa patut diperluas ke sentra-sentra perkebunan lain.
Selain itu, infrastruktur pendukung seperti laboratorium uji residu, fasilitas penyimpanan hasil, hingga logistik rantai dingin perlu diperkuat agar kualitas produk tetap terjaga. Membangun ekosistem pasar organik yang utuh, mulai dari bibit, budidaya, hingga pemasaran, menjadi pekerjaan besar, namun di situlah letak masa depan pertanian berkelanjutan Indonesia.
Baca juga: Berkat Pertanian Organik, Petani Blora Lepas dari Ketergantungan Pupuk Kimia
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang