Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kuntoro Boga
Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Kementan

Praktisi, Peneliti dan Pengamat Pertanian

Briket Arang Kelapa: Limbah Jadi Komoditas Ekspor

Kompas.com - 8 Desember 2025, 17:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENJELANG senja di desa-desa pesisir Sulawesi, hingga pedalaman Desa Guyung, Kabupaten Ngawi, Jawa Tengah.

Asap tipis dari tungku pembakaran tempurung kelapa menjadi saksi lahirnya “emas hitam” bernilai tinggi.

Di tangan para perajin lokal, limbah tempurung kelapa bertransformasi menjadi briket arang yang kini diminati pasar dunia.

Negeri “nyiur melambai” ini sejak lama menjadi produsen kelapa terbesar di dunia. Namun baru dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat menyadari betapa besar potensi tempurung kelapa yang dahulu dianggap tak bernilai.

Diolah dengan teknik yang kian modern, tempurung itu menjelma produk ramah lingkungan dengan nilai tambah tinggi, sekaligus menjadi incaran pembeli mancanegara berkat kualitasnya yang stabil dan unggul.

Pertumbuhan industri briket arang kelapa memperlihatkan bagaimana inovasi lokal mampu memperkuat fondasi ekonomi nasional dan desa secara bersamaan.

Pada skala makro, industri ini menyumbang diversifikasi ekspor dan meningkatkan daya saing Indonesia sebagai produsen produk turunan kelapa bernilai tinggi.

Di tingkat mikro, ia menghadirkan peluang usaha baru, menyerap tenaga kerja, dan mendorong kemajuan teknologi berbasis kearifan lokal.

Baca juga: Kiamat Pencitraan: Warganet Kini Vs Pemimpin Tipu-tipu

Dengan dukungan kebijakan hilirisasi dari pemerintah, kesiapan pelaku industri, serta meningkatnya permintaan global terhadap produk ramah lingkungan, prospek “emas hitam” ini kian cerah.

Permintaan global meningkat

Permintaan global terhadap briket arang kelapa terus melonjak seiring meningkatnya kesadaran dunia akan pentingnya produk ramah lingkungan.

Dibuat dari limbah tempurung kelapa yang melimpah, briket ini tidak hanya menghasilkan panas tinggi dan stabil, tetapi juga menimbulkan asap yang jauh lebih sedikit dibanding arang kayu maupun batu bara.

Karakteristik tersebut menjadikannya pilihan ideal di pasar Eropa yang sangat peduli lingkungan.

Sementara di Timur Tengah briket kelapa menjadi bahan bakar utama untuk shisha yang membutuhkan arang berkualitas tinggi.

Selain itu, industri memanfaatkan karbon aktif dari arang kelapa untuk berbagai kebutuhan penting, mulai dari penyaringan air dan penambangan emas hingga kosmetik.

Pergeseran preferensi konsumen global menuju bahan bakar bersih dan alami semakin memperkuat permintaan terhadap komoditas berkelanjutan ini.

Secara makro, pasar briket arang kelapa dunia menunjukkan pertumbuhan yang konsisten dan menjanjikan.

Cognitive Market Research memperkirakan permintaan komoditas ini meningkat rata-rata 4,3 persen per tahun pada 2024–2031, dengan nilai pasar yang pada 2024 diperkirakan mencapai lebih dari 421 juta dollar AS.

Kawasan Asia Pasifik mencatat pertumbuhan paling cepat, terutama karena kebutuhan industri dan penyulingan air. Sementara Eropa dan Amerika Utara tetap menjadi pasar terbesar berkat preferensi mereka terhadap bahan bakar panggangan yang eco-friendly.

Pertumbuhan pasar yang merata di berbagai kawasan ini menegaskan posisi briket arang kelapa sebagai produk dengan daya saing tinggi dan masa depan cerah dalam rantai pasok energi alternatif global.

Bagi Indonesia, perkembangan tersebut membuka peluang ekonomi yang sangat signifikan. Nilai ekspor briket arang kelapa Indonesia sangat signifikan, dengan data 2023 menunjukkan ekspor arang briket diperkirakan mencapai 120 juta dollar AS (Rp 1,716 triliun).

Dengan pertumbuhan rata-rata 15 persen per tahun, menurut BPS. Negara-negara Timur Tengah seperti Irak, Arab Saudi, Turkiye, UEA, dan Yordania menjadi pembeli utama, disusul China yang membutuhkan karbon aktif untuk industri kecantikan, serta Jepang, Jerman, Belanda, Belgia, dan Korea Selatan.

Baca juga: Diplomasi Hijau Indonesia: Antara Retorika dan Realitas

Ekspansi pasar hingga ke Eropa Barat menunjukkan bahwa Indonesia bukan sekadar produsen, melainkan pemain utama yang diperhitungkan dalam industri briket arang kelapa global.

Dengan kualitas yang diakui dunia, briket Indonesia kini berdiri sebagai simbol keunggulan hilirisasi komoditas kelapa Nusantara.

Briket arang kelapa merupakan salah satu contoh keberhasilan hilirisasi produk pertanian yang mampu meningkatkan nilai tambah komoditas secara signifikan.

Tempurung kelapa yang awalnya bernilai rendah, ketika diolah menjadi arang dan dipadatkan menjadi briket, harganya melonjak berlipat ganda.

Studi Pusat Kajian Anggaran DPR RI mencatat bahwa harga arang tempurung kelapa sebagai bahan baku hanya sekitar Rp 6.000 per kg, tetapi setelah menjadi briket dapat mencapai Rp 14.000 per kg di pasar domestik.

Di pasar ekspor, nilainya bahkan menembus sekitar 1.300 dollar AS per ton atau setara Rp 18.500 per kg.

Dengan potensi devisa hingga Rp 6,8 triliun per tahun, briket arang kelapa menjadi bukti nyata bahwa pengolahan komoditas di dalam negeri jauh lebih menguntungkan dibanding sekadar menjual bahan mentah.

Namun, kesuksesan hilirisasi ini tidak terlepas dari tantangan. Industri briket arang kelapa membutuhkan pasokan tempurung yang stabil, sementara praktik ekspor kelapa utuh dalam jumlah besar justru mengurangi ketersediaan bahan baku di dalam negeri.

HIPBAKI menyoroti bagaimana banyak petani memilih menjual kelapa bulat, sehingga limbah tempurung yang seharusnya diolah menjadi nilai tambah malah hilang ke luar negeri. Kondisi ini membuat sejumlah produsen briket kesulitan memenuhi permintaan ekspor.

Para pelaku industri mendorong pemerintah untuk lebih memprioritaskan ekspor produk olahan daripada bahan mentah agar industri lokal dapat tumbuh, menciptakan lapangan kerja, dan memberikan manfaat ekonomi yang lebih merata.

Peran UMKM dan penguatan ekonomi desa

Industri briket arang kelapa Indonesia memiliki kekuatan utama pada keterlibatan luas UMKM dan masyarakat desa dalam rantai produksinya.

Sentra-sentra briket tumbuh di berbagai wilayah penghasil kelapa, dari pesisir Sulawesi hingga pedalaman Kalimantan dan Sumatera, melahirkan ekosistem usaha yang menyerap banyak tenaga kerja lokal.

Proses produksinya—mulai dari pengumpulan batok, pembakaran, penggilingan, hingga pencetakan briket umumnya dikerjakan secara gotong-royong dan dipelajari langsung di komunitas setempat.

Baca juga: Regenerasi Koruptor di Indonesia

Contoh nyata terlihat pada UMKM Sumber Arang Makmur di Ngawi, yang mampu memberi tambahan penghasilan bagi petani dan ibu rumah tangga lewat produksi briket yang dijual Rp 4.000 per kg.

Industri briket juga menumbuhkan usaha-usaha pendukung seperti pembuatan oven, jasa pengeringan, pengepakan, hingga logistik pengiriman, sehingga membuka lebih banyak peluang kerja dan mendorong pemuda desa kembali berkarya di kampung halaman.

Namun, di balik potensi gemilang tersebut, terdapat sejumlah tantangan yang harus diatasi untuk menjaga keberlanjutan industri.

Ketersediaan bahan baku menjadi isu utama, mengingat banyak pohon kelapa yang sudah tua dan kurang produktif, sementara ekspor kelapa utuh sering mengurangi pasokan tempurung di dalam negeri.

Di sisi lain, hambatan logistik seperti keterbatasan kapal angkut dan tingginya biaya pengiriman membuat barang sering menumpuk di gudang.

Persaingan global pun semakin ketat, terutama dari Vietnam dan Filipina yang mulai agresif meningkatkan kapasitas produksi.

Meski demikian, Indonesia tetap memiliki keunggulan berupa bahan baku melimpah, kualitas briket yang diakui dunia, dan reputasi produsen yang terpercaya.

Dengan peningkatan teknologi, pelatihan UMKM, sertifikasi mutu, serta sinergi pemerintah dan industri, posisi Indonesia sebagai pemain utama briket arang kelapa global dapat terus dipertahankan dan diperkuat.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Briket Arang Kelapa: Limbah Jadi Komoditas Ekspor
Briket Arang Kelapa: Limbah Jadi Komoditas Ekspor
Varietas Tanaman
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Varietas Tanaman
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Varietas Tanaman
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Varietas Tanaman
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Tips
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Varietas Tanaman
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Varietas Tanaman
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Varietas Tanaman
Masa Depan Pala Banda
Masa Depan Pala Banda
Varietas Tanaman
Revitalisasi Kebun Teh: Menyatukan Alam, Wisata, dan Harapan
Revitalisasi Kebun Teh: Menyatukan Alam, Wisata, dan Harapan
Varietas Tanaman
Pasar Organik dan Produk Perkebunan
Pasar Organik dan Produk Perkebunan
Varietas Tanaman
DNA Petani Kita, Tangguh di Era Modernisasi
DNA Petani Kita, Tangguh di Era Modernisasi
Perawatan
Menikmati Renyahnya Potensi Kenari Ternate
Menikmati Renyahnya Potensi Kenari Ternate
Varietas Tanaman
Menata Ulang Kemitraan Gula: Jalan Menuju Kemandirian
Menata Ulang Kemitraan Gula: Jalan Menuju Kemandirian
Varietas Tanaman
Kluwek: Rahasia Kepayang pada Kuliner Nusantara
Kluwek: Rahasia Kepayang pada Kuliner Nusantara
Varietas Tanaman
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau