CENGKIH merupakan salah satu komoditas perkebunan bernilai ekonomi tinggi dan peran strategis dalam perekonomian nasional.
Data dari Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa pada 2021, produksi cengkih Indonesia sebesar 138.000 ton, lalu meningkat pada 2023 menjadi 140.000 ton atau setara dengan 73 persen total produksi cengkih dunia.
Sebagian besar produksi cengkih Indonesia bersumber dari perkebunan rakyat mencakup sekitar 99 persen total luas areal pertanaman cengkih nasional yang mencapai 583.000 hektare pada 2023.
Meskipun sebagai produsen utama cengkih dunia, negara ini masih mengimpor cengkih dalam jumlah signifikan.
Pada periode Januari-Oktober 2022, nilai impor cengkih Indonesia mencapai 189 juta dollar AS atau sekitar Rp 3 triliun dengan volume impor sebesar 21.000 ton.
Sebaliknya, nilai ekspor cengkih Indonesia pada periode yang sama tercatat hanya 48,15 juta dollar AS atau sekitar Rp 752 miliar dengan volume ekspor sebesar 8.000 ton.
Kesenjangan antara nilai ekspor dan impor ini mengindikasikan bahwa meskipun Indonesia memegang peran besar di pasar global, tingginya kebutuhan domestik, terutama dari industri rokok kretek, mendorong negara ini untuk mengimpor cengkih dalam jumlah besar.
Kondisi ini menunjukkan adanya peluang besar untuk memperkuat produktivitas dan pengelolaan pascapanen guna mengurangi ketergantungan impor.
Sebagian besar cengkih yang diproduksi oleh petani dijual kepada pedagang pengumpul atau tengkulak, yang kemudian menyalurkannya ke pabrik pengolahan atau pasar nasional.
Sebagian kecil petani juga menjual cengkih langsung ke industri, khususnya industri rokok kretek yang merupakan konsumen utama cengkih di Indonesia.
Lebih dari 90 persen produksi cengkih nasional diserap oleh industri rokok kretek, sementara sisanya digunakan dalam industri rempah-rempah, farmasi, perisa, dan aroma.
Pola distribusi ini membuat harga cengkih di tingkat petani sangat bergantung pada peran pedagang pengumpul dan permintaan dari industri rokok kretek.
Fluktuasi harga ini kerap menjadi tantangan bagi petani, terutama saat pasokan meningkat sementara permintaan industri tetap stabil.
Cengkih memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional, terutama melalui kontribusinya terhadap penerimaan negara dari cukai rokok.
Pada 2021, pendapatan negara dari cukai rokok mencapai Rp 104 triliun, di mana sebagian besar bersumber dari rokok kretek berbasis cengkih.