KATA “Gambir” tidaklah asing bagi warga Jakarta. Gambir adalah kawasan elite kota Batavia, di jaman kolonial dan saat ini menjadi kawasan administratif dan pusat kota Jakarta modern termasuk kompleks Istana Merdeka, Gedung DPRD DKI, dan Monas.
Nama "Gambir" tetap dipertahankan, bahkan menjadi nama stasiun kereta api utama (Stasiun Gambir) dan kelurahan di Jakarta Pusat.
Pada abad ke-18 hingga awal abad ke-19, kawasan Gambir merupakan daerah pertanian dan perkebunan, termasuk kebun gambir dan palawija lainnya.
Masyarakat Betawi tempo dulu banyak menggunakan gambir sebagai bagian dari tradisi menyirih, sehingga tanaman ini dikenal luas dan nama daerah pun diambil dari komoditas tersebut.
Gambir (Uncaria gambir Roxb) merupakan tanaman perdu merambat asal Asia Tenggara yang telah lama dikenal di Nusantara.
Sejak ribuan tahun lalu, ekstrak gambir dipakai sebagai salah satu komponen utama dalam tradisi menyirih. Bahkan bukti arkeologis menunjukkan praktik ini sudah berlangsung setidaknya 2.500 tahun silam.
Baca juga: Randu: Serat Emas Putih yang Terlupakan
Di Indonesia, gambir umumnya diolah menjadi bentuk padat berwarna cokelat kehitaman mirip gula cetak, hasil dari pengepresan dan pengeringan ekstrak daun dan ranting gambir.
Secara tradisional, kegunaan utamanya adalah sebagai penyirih, campuran bersama pinang dan daun sirih, serta sebagai bahan penyamak kulit dan pewarna alami sejak era pra-kolonial.
Catatan sejarah menyebut gambir telah diperdagangkan di kepulauan Malaya sejak abad ke-17, dan penjelajah Eropa seperti Rumphius melaporkan tanaman ini dibudidayakan di Maluku pada pertengahan abad ke-18.
Daya tarik utama gambir terletak pada kandungan senyawa aktifnya, terutama katekin. Ekstrak gambir sangat kaya akan katekin, sejenis flavonoid yang dikenal sebagai antioksidan kuat.
Sumber literatur menyebut kadar katekin dalam gambir kering bervariasi; metode ekstraksi tradisional menghasilkan produk dengan sekitar 40-50 persen katekin, sedangkan teknik ekstraksi yang lebih baik mampu meningkatkan kadar katekin hingga di atas 70 persen.
Bahkan, penerapan teknologi pengolahan mutakhir oleh koperasi di Sumatera Barat berhasil memproduksi gambir berkualitas tinggi dengan kadar katekin mencapai 90 persen. Tingginya kandungan katekin inilah yang memberi gambir aktivitas antioksidan yang poten.
Secara empiris, masyarakat telah memanfaatkan gambir untuk berbagai keperluan kesehatan. Sifat astringent gambir dipercaya memperkuat gusi dan gigi ketika menyirih, serta membantu pengeluaran getah empedu yang melancarkan pencernaan.
Berbagai ramuan tradisional menggunakan gambir sebagai obat diare, sariawan, sakit perut, hingga luka ringan.
Kajian ilmiah modern pun mendukung banyak khasiat tersebut. Ekstrak gambir terbukti bersifat antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas, serta memiliki aktivitas antibakteri, antiinflamasi, antikanker, antidiabetes, dan beragam potensi farmakologis lainnya.
Baca juga: Minyak Nilam Indonesia yang Mengharumkan Dunia
Seiring berkembangnya riset, pemanfaatan gambir merambah ke industri kosmetik dan pangan. Dalam bidang kosmetik, ekstrak gambir digunakan karena sifatnya yang antibakteri dan antiinflamasi.
Penelitian telah berhasil merumuskan gel anti-jerawat berbahan ekstrak etil asetat gambir yang efektif menghambat bakteri penyebab jerawat.
Selain itu, gambir berpotensi digunakan dalam produk perawatan kulit sebagai antioksidan alami untuk melawan penuaan dan kerusakan kulit akibat radikal bebas.
Sifat astringent-nya membantu mengecilkan pori-pori dan mengencangkan kulit, sehingga krim atau masker wajah berbahan gambir menjadi inovasi menarik.
Di ranah perawatan gigi dan mulut, ekstrak gambir sudah lama dimanfaatkan sebagai obat kumur tradisional untuk mengatasi sariawan dan menjaga kesehatan gusi.
Untuk sektor pangan, gambir membuka peluang sebagai bahan pengaya (fortifier) dan aditif alami. Meski ekstrak gambir memiliki rasa pahit dan sepat, dalam jumlah tepat ia dapat diolah menjadi pangan fungsional.
Contohnya, inovasi pengembangan permen keras dengan penambahan katekin gambir telah menunjukkan hasil positif, produk permen tersebut memiliki aktivitas antioksidan dan antibakteri, sekaligus lolos uji organoleptik konsumen.
Artinya, meski ditambahkan ekstrak gambir, permen masih disukai dan justru berkhasiat bagi kesehatan.
Begitu pula pada minuman, studi menunjukkan penambahan ekstrak gambir ke dalam kopi robusta mampu meningkatkan drastis kadar antioksidan total tanpa mengubah rasa dan aroma kopi secara signifikan.
Ini membuka prospek kopi herbal tinggi antioksidan yang menggabungkan kafein dengan katekin.
Tidak hanya itu, aplikasi gambir sebagai bahan baku juga merambah industri pangan lain sebagai pengawet dan pewarna alami.
Katekin gambir yang bersifat antimikroba bisa dimanfaatkan sebagai pengawet organik untuk memperpanjang umur simpan produk makanan.
Dalam industri minuman beralkohol, ekstrak gambir diketahui pernah dicoba sebagai campuran untuk memberi cita rasa khas sekaligus kestabilan produk.
Indonesia dianugerahi posisi istimewa sebagai produsen utama gambir dunia. Sekitar 80 persen gambir di pasar global dipasok dari Indonesia, menjadikan komoditas ini salah satu sumber devisa potensial bagi negara.
Daerah sentra produksi gambir terkonsentrasi di Sumatera, terutama Sumatera Barat dan Riau yang menyumbang sekitar 90 persen produksi nasional.
Kabupaten-kabupaten seperti Lima Puluh Kota, Pesisir Selatan, Pasaman, hingga Pakpak Bharat di Sumatera dikenal sebagai “lumbung gambir”.
Baca juga: Superfood Daun Kelor: Nilai Gizi, Ekonomi, dan Lingkungan
Badan Perakitan dan Modernisasi Pertanian (BRMP, dulu bernama Balitbangtan) Kementerian Pertanian melalui Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro), telah melepas beberapa varietas unggul gambir untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas komoditas ini, yaitu varietas Udang, Cubadak, dan Riau, pada 2007.
Varietas udang memiliki ciri khas daun berwarna agak kemerahan dengan tekstur tidak terlalu keras, sehingga proses perebusan lebih singkat dan menghasilkan getah lebih banyak dibandingkan varietas lainnya.
Varietas Cubadak dan Riau memiliki daun yang lebih lebar, tebal, dan keras, yang memerlukan waktu perebusan lebih lama dan menghasilkan getah lebih sedikit.
Data terbaru menunjukkan nilai ekspor gambir Indonesia tahun 2022 mencapai 90 juta dollar AS (sekitar Rp 1,35 triliun), angka yang signifikan untuk komoditas perkebunan non-mainstream.
Negara tujuan ekspor utama gambir Indonesia saat ini adalah India, disusul oleh beberapa negara Asia lain seperti Jepang, China, Pakistan, dan Bangladesh, serta sebagian diekspor ke Eropa.
India merupakan pengimpor terbesar yang menyerap lebih dari separuh pasokan gambir Indonesia, mengingat kegunaannya di sana sebagai campuran makan sirih (paan) dan keperluan industri tradisional.
Sementara itu, negara seperti Jepang dan Eropa mengapresiasi gambir untuk ekstraksi katekin murni sebagai bahan baku farmasi, kosmetik, atau suplemen antioksidan.
Harga gambir di pasar internasional cukup menjanjikan, berkisar 7.500–10.000 dollar AS per ton tergantung kualitas. Apabila diolah menjadi ekstrak katekin murni atau produk turunan lain, nilai tambahnya bisa berlipat.
Potensi ekspor masih bisa digarap tidak hanya dalam bentuk bahan mentah, tetapi juga produk olahan siap pakai.
Misalnya, Indonesia dapat mengekspor katekin gambir sebagai antioksidan untuk industri minuman kesehatan di luar negeri, atau mengekspor tinta organik dan pewarna organik yang aman berbahan gambir yang ramah lingkungan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.