JIKA Korea terkenal dengan ginsengnya, dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah, memiliki herbal yang tak kalah berkhasiat: purwoceng (pimpinella pruatjan).
Tanaman pegunungan ini telah lama digunakan sebagai obat tradisional untuk menjaga stamina dan vitalitas.
Artikel ini akan mengulas asal usul purwoceng, cara produksinya, manfaat kesehatannya, peranannya dalam budaya dan kuliner, hingga potensi nilai ekonominya.
Purwoceng merupakan tanaman herbal endemik Pulau Jawa yang tumbuh liar di kawasan pegunungan.
Sejak dahulu, masyarakat lokal Dieng telah mengenal purwoceng sebagai tanaman obat. Menurut cerita rakyat, khasiatnya ditemukan secara tak sengaja oleh seorang petani Dieng yang kelelahan dan mengunyah daunnya.
Ia merasakan tubuhnya hangat dan tenaga pulih kembali. Sejak itu, purwoceng mulai digunakan untuk memelihara kesehatan.
Khasiat afrodisiaknya bahkan pernah tercatat dalam lingkungan istana Jawa, sehingga tanaman ini mendapat reputasi sebagai herbal penambah gairah sejak zaman dahulu.
Baca juga: Manfaat Ekonomi dan Lingkungan Serai Wangi
Secara botani, purwoceng tergolong dalam keluarga Apiaceae, yang juga mencakup seledri dan adas. Tanaman ini berukuran kecil dan tumbuh mendatar di permukaan tanah menyerupai pegagan, dengan daun hijau kemerahan berdiameter 1–3 cm.
Purwoceng dulunya dapat ditemukan di beberapa daerah pegunungan tinggi di Jawa, antara lain dataran tinggi Dieng, kawasan Gunung Pangrango di Jawa Barat, dan Pegunungan Hyang serta Tengger di Jawa Timur.
Masing-masing daerah memiliki nama lokal untuk purwoceng, seperti "antanan gunung" di Sunda, serta "suripandak abang" atau "gebangan" di Jawa Timur.
Habitat purwoceng yang terbatas di dataran tinggi membuat populasinya tidak melimpah. Tanaman ini tumbuh optimal di ketinggian di atas 2.000 meter di atas permukaan laut.
Saat ini, purwoceng tergolong langka dan terancam karena eksploitasi berlebihan serta sulitnya budidaya massal.
Wilayah Dieng, khususnya perbatasan Banjarnegara-Wonosobo, menjadi salah satu lokasi utama di mana purwoceng masih dapat dijumpai.
Pada masa penjajahan Belanda, tanaman ini diperkenalkan ke Eropa karena khasiatnya yang menarik, sehingga dikenal luas dan mendapat julukan "Viagra Jawa."
Baca juga: Sensasi Pedas Jaman Majapahit: Memanfaatkan Kembali Cabai Jawa
Purwoceng termasuk tanaman yang menantang untuk dibudidayakan karena membutuhkan kondisi lingkungan spesifik.