
KOPI Indonesia, khususnya Kopi Toraja, telah lama menjelma menjadi primadona di kalangan pecinta kopi Jepang.
Hampir setiap penggemar kopi di Negeri Sakura mengenal Toraja Coffee sebagai sajian istimewa yang wajib dinikmati.
Bahkan, seorang eksekutif Key Coffee di Jepang, Yoshihasi, pernah menyebut biji kopi Toraja sebagai favorit nomor satu bagi para penikmat kopi di sana.
Popularitas kopi asal Sulawesi Selatan ini begitu tinggi, hingga menjadi semacam duta rasa Indonesia di kancah kopi Dunia.
Di Jepang, kopi Toraja dikenal luas dan dicitrakan sebagai produk kopi mewah. Sekitar 5.000 restoran dan kafe di Jepang menyajikan Kopi Toraja kepada pelanggan mereka.
Artinya, di mana-mana para pecinta kopi Jepang dapat menemukan menu “Toraja Coffee” dengan mudah.
Meski dari segi volume, kopi Toraja sebenarnya hanya mengisi sebagian kecil (kurang dari 2 persen) dari total penjualan kopi di Jepang, reputasinya luar biasa tinggi.
Kopi Toraja dianggap sebagai barang luks, di mana penikmat kopi di Jepang rela merogoh kocek lebih dalam demi secangkir Toraja yang autentik.
Baca juga: Liberika dan Excelsa: Jejak Eksotisme Kopi Nusantara
Harganya yang premium sebanding dengan kualitas dan kenikmatan yang ditawarkan. Tak heran bila kopi Toraja kerap dijuluki “Ratu Kopi” oleh pencinta kopi mancanegara, karena pamornya yang begitu harum dan eksklusif.
Dari sisi rasa, kopi Toraja terkenal dengan body yang tebal, tapi keasaman rendah. Perpaduan rasa pahit dan asamnya sangat seimbang, dilengkapi uniknya aroma herbal dan rempah yang jarang ditemukan pada kopi lain.
Aromanya harum dengan sentuhan spice (rempah) dan sweetness (manis) yang meninggalkan aftertaste halus dan lembut di langit-langit mulut.
Banyak penikmat kopi tradisional menyukai kekayaan body kopi Toraja, sementara generasi pencinta kopi modern mengapresiasi nuansa fruity dan clean cup yang juga dimilikinya.
Dengan kata lain, karakter rasa kopi Toraja menjembatani selera old-school dan selera modern di dunia kopi specialty.
Keistimewaan rasa ini tentu tidak muncul begitu saja, melainkan hasil dari faktor alam dan proses pascapanen yang terjaga ketat.
Kopi Toraja ditanam di dataran tinggi pegunungan Sasean, Tana Toraja, pada ketinggian 1.400–2.100 mdpl. Kondisi tanah vulkanik dan iklim pegunungan memberi nutrisi dan karakter tersendiri pada biji kopi arabika yang tumbuh di sana.
Selain itu, proses panennya sangat selektif, hanya buah kopi yang benar-benar matang yang dipetik.
Mayoritas petani menggunakan metode giling basah (wet-hulling) khas Indonesia untuk memproses biji kopi, yang jika dikelola dengan baik dapat menghasilkan biji dengan tingkat cacat minimal dan cita rasa maksimal.
Lebih penting lagi, standar mutu kopi Toraja dijaga melalui kemitraan dengan industri. Sejak dekade 1970-an, perusahaan Jepang turut serta memastikan kualitas setiap tahap produksi kopi Toraja.
Baca juga: Fluktuasi Harga Kopi dan Insentif bagi Petani Indonesia
Perusahaan patungan Toarco Jaya (singkatan dari Toraja Arabica Coffee) didirikan tahun 1976 sebagai kolaborasi Key Coffee (Jepang) dengan mitra lokal.
Mereka menerapkan standar produksi ketat, yaitu pemetikan selektif, pengeringan dan penyimpanan dengan prosedur baku, serta kontrol kadar air biji kopi.
Bahkan, pelatihan kepada petani lokal rutin dilakukan, mulai teknik budi daya di kebun hingga pascapanen, demi menjaga konsistensi kualitas kopi Toraja dari tahun ke tahun.
Berkat upaya ini, kopi Toraja dikenal memiliki profil rasa yang clean (bersih) tanpa cacat, sesuai selera pasar Jepang yang terkenal sensitif terhadap mutu dan konsistensi.
Popularitas kopi Toraja di Jepang bukanlah kebetulan, melainkan buah dari sejarah hubungan panjang Indonesia–Jepang di bidang kopi.
Sejak era kolonial, Jepang sudah menggemari kopi asal Indonesia (misalnya Java dan Mandailing).
Namun, kopi Toraja mulai menancapkan kuku di Jepang sejak akhir 1970-an, setelah Key Coffee mengembangkan perkebunan dan pengolahan di Tana Toraja.
Kala itu, Toraja Coffee dipasarkan sebagai “coffee of dream” oleh Key Coffee, legenda kopi dunia yang “dihidupkan kembali” dengan keahlian Jepang.
Dengan branding “Toarco Toraja”, perusahaan ini berhasil membawa citra kopi Toraja sebagai premium Japanese coffee brand yang mendapat penghargaan Superior Taste Award di kancah internasional.
Perlu dicatat, 90 persen kopi specialty grade dari Toraja diekspor ke Jepang melalui Key Coffee, menunjukkan betapa dominannya peran Jepang sebagai penikmat utama kopi Toraja kualitas tinggi.
Selain pemasaran, perusahaan Jepang juga berinvestasi langsung di komunitas petani Toraja. Toarco Jaya, misalnya, bukan sekadar membeli biji dari petani, tetapi mendampingi mereka dengan penyuluhan dan prasarana.
Baca juga: Kopi Artisanal dan Evolusi Selera Konsumen Modern
Hasilnya, standar mutu jangka panjang bisa dipertahankan, dan nama “Toraja” menjadi jaminan mutu di mata konsumen Jepang.
Menariknya, kepopuleran kopi Toraja di Jepang sempat menimbulkan konsekuensi tak terduga, yaitu nama “Kopi Toraja” didaftarkan sebagai merek dagang di Jepang oleh pihak perusahaan asing sejak 1976, jauh sebelum Indonesia memiliki perlindungan Indikasi Geografis (IG) untuk produk ini.
Hal ini akhirnya memicu sengketa, karena Indonesia sendiri baru mendaftarkan Indikasi Geografis Kopi Arabika Toraja pada 2013 untuk melindungi kekhasan produk daerah ini.
Beruntung, pemerintah Jepang belakangan mengakui keberatan Indonesia. Pada 2023, hak merek dagang “Toraja Coffee” di Jepang dilepaskan dan dikembalikan, nama Toraja tidak lagi diklaim eksklusif oleh perusahaan Jepang.
Langkah diplomasi kopi ini memastikan bahwa kopi Toraja diakui sebagai milik bersama masyarakat Toraja dan Indonesia, bukan milik satu perusahaan semata.
Patut diketahui pula, Jepang merupakan salah satu pasar terbesar kopi Indonesia di dunia. Pada 2020, nilai ekspor kopi Indonesia ke Jepang mencapai sekitar 290 juta dollar AS (sekitar Rp 4,6 triliun).
Meski sempat turun akibat regulasi dan pandemi, volume impor kopi Jepang dari Indonesia masih berkisar 15.000–19.000 ton per tahun belakangan ini.
Jepang konsisten berada di jajaran lima besar importir kopi Indonesia (bersaing dengan negara-negara Eropa Barat dan Amerika). Hal ini menunjukkan betapa vitalnya pasar Jepang bagi ribuan petani dan eksportir kopi Nusantara.
Hubungan dagang ini tidak boleh dianggap remeh. Oleh sebab itu, menjaga kepercayaan konsumen Jepang terhadap kopi Toraja adalah pekerjaan rumah bersama, mulai dari tingkat petani hingga pemerintah.
Kabar baiknya, berbagai elemen terus bersinergi menjaga pamor kopi Toraja tetap bersinar. Kolaborasi pemerintah kedua negara, asosiasi eksportir (AEKI), hingga komunitas petani di lapangan terus diperkuat.
Selain itu, peningkatan kesejahteraan petani Toraja juga krusial agar keberlanjutan suplai terjamin.
Sebagai kopi specialty berharga tinggi, idealnya manfaat ekonomi turut dirasakan oleh komunitas di daerah asal.
Program kemitraan yang adil dengan petani dan koperasi lokal perlu terus didorong, sehingga generasi muda Toraja tertarik melanjutkan usaha tani kopi alih-alih beralih profesi.
Regenerasi petani ini sejalan dengan visi membangun komunitas kopi Indonesia yang berdaya saing dan siap menghadapi tantangan masa depan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang