Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Mengendalikan Hama Walang Sangit pada Tanaman Padi

Kompas.com - 08/10/2022, 13:11 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Walang sangit (Leptocorisa oratorius) merupakan serangga pengganggu atau hama yang sering merusak tanaman padi. Hama ini memiliki bau yang khas dan sangat menyengat, karena baunya ini maka disebut walang sangit.

Dikutip dari laman Dinas Pertanian Kabupaten Tulang Bawang, Sabtu (8/10/2022), hama walang sangit akan mengeluarkan aroma khasnya jika ia dalam bahaya. Aroma menyengat tersebut merupakan bentuk pertahanan diri dari ancaman predator.

Walang sangit menyerang tanaman padi dengan cara mengisap cairan tangkai bunga serta bulir padi pada fase pengisian bulir dan pemasakan bulir sehingga pengisian bulir padi tidak sempurna, bahkan seringkali menyebabkan bulir padi hampa.

Baca juga: Cara Budidaya Tanaman Padi Hitam

Ilustrasi hama walang sangit.WIKIMEDIA COMMONS/JEEVAN JOSE Ilustrasi hama walang sangit.

Hama walang sangit dianggap hama penting yang berbahaya karena dapat mengakibatkan menurunnya produksi padi sekaligus menurunkan kualitas gabah.

Tanaman padi yang terserang hama ini akan menghasilkan beras yang berkualitas buruk, beras yang dihasilkan akan mengapur dan berubah warna.

Serangan hama walang sangit terjadi ketika tanaman padi memasuki fase generatif (pembungaan) sampai fase matang susu. Pada serangan hebat, walang sangit dapat menyebabkan kehilangan hasil antara 50 hingga 80 persen.

Di Indonesia, walang sangit merupakan hama potensial yang pada kondisi tertentu menjadi hama penting dan dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga mencapai 50 persen.

Baca juga: Ciri-ciri Padi Terserang Hama Penggerek Batang dan Cara Mengatasinya

Hasil penelitian menunjukkan populasi walang sangit sebanyak 5 ekor per 9 rumpun padi akan menurunkan hasil 15 persen. Hubungan antara kepadatan populasi walang sangit dengan penurunan hasil menunjukkan bahwa serangan satu ekor walang sangit per malai dalam satu minggu dapat menurunkan hasil 27 persen.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Menjadikan Indonesia Pusat Hilirisasi Kelapa Dunia

Menjadikan Indonesia Pusat Hilirisasi Kelapa Dunia

Varietas Tanaman
'Superfood' Daun Kelor: Nilai Gizi, Ekonomi, dan Lingkungan

"Superfood" Daun Kelor: Nilai Gizi, Ekonomi, dan Lingkungan

Varietas Tanaman
Peluang Budidaya Kurma di Indonesia: Teknologi dan Kisah Sukses

Peluang Budidaya Kurma di Indonesia: Teknologi dan Kisah Sukses

Varietas Tanaman
Purwoceng, Ginseng Lokal Bernilai Tinggi

Purwoceng, Ginseng Lokal Bernilai Tinggi

Varietas Tanaman
Manfaat Ekonomi dan Lingkungan Serai Wangi

Manfaat Ekonomi dan Lingkungan Serai Wangi

Varietas Tanaman
Kakao Indonesia: Dari Potensi Lokal ke Produk Premium Dunia

Kakao Indonesia: Dari Potensi Lokal ke Produk Premium Dunia

Varietas Tanaman
Sensasi Pedas Jaman Majapahit: Memanfaatkan Kembali Cabai Jawa

Sensasi Pedas Jaman Majapahit: Memanfaatkan Kembali Cabai Jawa

Varietas Tanaman
Pala: Warisan Nusantara Menuju Pemanfaatan Global

Pala: Warisan Nusantara Menuju Pemanfaatan Global

Varietas Tanaman
Anggur Muscat dan Keberpihakan pada Buah Lokal

Anggur Muscat dan Keberpihakan pada Buah Lokal

Varietas Tanaman
Mengenal Gula Bit: Inovasi Pemanis

Mengenal Gula Bit: Inovasi Pemanis

Varietas Tanaman
Peluang Stevia dalam Diversifikasi Industri Gula

Peluang Stevia dalam Diversifikasi Industri Gula

Varietas Tanaman
Mengoptimalkan Keunggulan Tanaman Obat Indonesia

Mengoptimalkan Keunggulan Tanaman Obat Indonesia

Varietas Tanaman
Menggali Peluang Ekonomi dan Manfaat Kayu Manis

Menggali Peluang Ekonomi dan Manfaat Kayu Manis

Varietas Tanaman
Kacang Mete: Komoditas Potensial di Lahan Marginal

Kacang Mete: Komoditas Potensial di Lahan Marginal

Varietas Tanaman
Mengembalikan Kejayaan Industri Teh Indonesia

Mengembalikan Kejayaan Industri Teh Indonesia

Varietas Tanaman
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau