Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kuntoro Boga
Kepala Pusat BSIP Perkebunan, Kementan

Kuntoro Boga Andri, SP, M.Agr, Ph.D, merupakan lulusan Institut Pertanian Bogor tahun 1998. Ia adalah alumni S1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Pria kelahiran Banjarmasin tahun 1974 ini diangkat sebagai CPNS pada 1999, dan mulai bekerja sebagai peneliti di BPTP Karangploso, Jawa Timur.

Purwoceng, Ginseng Lokal Bernilai Tinggi

Kompas.com - 04/03/2025, 18:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JIKA Korea terkenal dengan ginsengnya, dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah, memiliki herbal yang tak kalah berkhasiat: purwoceng (pimpinella pruatjan).

Tanaman pegunungan ini telah lama digunakan sebagai obat tradisional untuk menjaga stamina dan vitalitas.

Artikel ini akan mengulas asal usul purwoceng, cara produksinya, manfaat kesehatannya, peranannya dalam budaya dan kuliner, hingga potensi nilai ekonominya.

Purwoceng merupakan tanaman herbal endemik Pulau Jawa yang tumbuh liar di kawasan pegunungan.

Sejak dahulu, masyarakat lokal Dieng telah mengenal purwoceng sebagai tanaman obat. Menurut cerita rakyat, khasiatnya ditemukan secara tak sengaja oleh seorang petani Dieng yang kelelahan dan mengunyah daunnya.

Ia merasakan tubuhnya hangat dan tenaga pulih kembali. Sejak itu, purwoceng mulai digunakan untuk memelihara kesehatan.

Khasiat afrodisiaknya bahkan pernah tercatat dalam lingkungan istana Jawa, sehingga tanaman ini mendapat reputasi sebagai herbal penambah gairah sejak zaman dahulu.

Baca juga: Manfaat Ekonomi dan Lingkungan Serai Wangi

Secara botani, purwoceng tergolong dalam keluarga Apiaceae, yang juga mencakup seledri dan adas. Tanaman ini berukuran kecil dan tumbuh mendatar di permukaan tanah menyerupai pegagan, dengan daun hijau kemerahan berdiameter 1–3 cm.

Purwoceng dulunya dapat ditemukan di beberapa daerah pegunungan tinggi di Jawa, antara lain dataran tinggi Dieng, kawasan Gunung Pangrango di Jawa Barat, dan Pegunungan Hyang serta Tengger di Jawa Timur.

Masing-masing daerah memiliki nama lokal untuk purwoceng, seperti "antanan gunung" di Sunda, serta "suripandak abang" atau "gebangan" di Jawa Timur.

Habitat purwoceng yang terbatas di dataran tinggi membuat populasinya tidak melimpah. Tanaman ini tumbuh optimal di ketinggian di atas 2.000 meter di atas permukaan laut.

Saat ini, purwoceng tergolong langka dan terancam karena eksploitasi berlebihan serta sulitnya budidaya massal.

Wilayah Dieng, khususnya perbatasan Banjarnegara-Wonosobo, menjadi salah satu lokasi utama di mana purwoceng masih dapat dijumpai.

Pada masa penjajahan Belanda, tanaman ini diperkenalkan ke Eropa karena khasiatnya yang menarik, sehingga dikenal luas dan mendapat julukan "Viagra Jawa."

Baca juga: Sensasi Pedas Jaman Majapahit: Memanfaatkan Kembali Cabai Jawa

Budidaya Purwoceng

Purwoceng termasuk tanaman yang menantang untuk dibudidayakan karena membutuhkan kondisi lingkungan spesifik.

Tanaman ini tumbuh subur di daerah beriklim dingin pegunungan dengan ketinggian sekitar 1.800–3.000 meter di atas permukaan laut, suhu harian 15–20 derajat celcius, kelembapan 60–70 persen, serta tanah beraerasi baik dengan pH sekitar 5,7–6,0.

Perbanyakan purwoceng biasanya dilakukan melalui biji secara generatif. Tanaman ini mulai berbunga pada usia sekitar 6 bulan, dan bijinya akan masak beberapa minggu setelah berbunga.

Satu tanaman dewasa dapat menghasilkan 50-250 biji, yang kemudian disemai dalam bedeng persemaian.

Setelah muncul kecambah dengan 3–4 helai daun, bibit dipindahkan ke polibag kecil berisi tanah humus dan pupuk kandang sebelum akhirnya ditanam di lahan terbuka dengan jarak tanam sekitar 25–30 cm.

Para petani di Dieng umumnya membudidayakan purwoceng dalam skala kecil, baik di sela-sela lahan pertanian utama seperti kentang maupun di pot di halaman rumah.

Budidaya massal masih jarang karena keterbatasan lahan dan siklus panen yang lama. Purwoceng membutuhkan waktu sekitar satu tahun dari tanam hingga panen.

Panen dilakukan dengan mencabut seluruh tanaman setelah berbunga dan berbuah. Seluruh bagian tumbuhan dapat dimanfaatkan, tetapi bagian akar memiliki kandungan senyawa aktif tertinggi dan paling bernilai.

Pusat Standarisasi Instrument Perkebunan melalui balainya yang dulu bernama Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro), melakukan pengembangan purwoceng, tanaman obat yang dikenal sebagai afrodisiak (makanan penggugah gairah).

Baca juga: Mengenal Gula Bit: Inovasi Pemanis

Penelitian Balitro mencakup eksplorasi kandungan kimia, uji farmakologi, dan konservasi plasma nutfah untuk menjaga kelestariannya.

Selain itu, Balitro telah mengembangkan teknik budidaya purwoceng dan melepas varietas unggul Pruacan 1, yang lebih adaptif di lingkungan budidaya.

Standar Operasional Prosedur (SOP) budidaya yang disusun Balitro bertujuan mengatasi eksploitasi liar dan mendukung produksi purwoceng secara berkelanjutan.

Balitro juga berkontribusi dalam mendukung pemanfaatan purwoceng bagi industri dan kesehatan.

Kendala utama dalam produksi purwoceng adalah keterbatasan bibit unggul dan lingkungan tumbuh yang terbatas.

Oleh karena itu, penelitian dan inovasi budidaya dilakukan, termasuk teknik kultur jaringan (in vitro) untuk memperbanyak purwoceng secara aseksual di laboratorium.

Perguruan tinggi juga bekerja sama dengan petani dalam mendirikan rumah kaca untuk mengontrol lingkungan tumbuh purwoceng dan meningkatkan produksi.

Baca juga: Peluang Stevia dalam Diversifikasi Industri Gula

Manfaat kesehatan

Purwoceng terkenal sebagai tanaman obat dengan khasiat utama meningkatkan vitalitas, terutama bagi pria.

Dalam pengobatan tradisional, purwoceng digunakan sebagai ramuan untuk meningkatkan gairah seksual dan stamina.

Khasiat afrodisiaknya membuat tanaman ini dijuluki "Viagra tradisional Indonesia". Selain itu, purwoceng dipercaya dapat menghangatkan tubuh dan meningkatkan tenaga.

Penelitian ilmiah mendukung klaim ini. Studi farmakologi menemukan bahwa ekstrak purwoceng dapat meningkatkan produksi hormon testosteron serta memperbaiki jumlah dan kualitas sperma.

Tanaman ini juga memiliki sifat diuretik yang membantu memperlancar buang air kecil dan meningkatkan kesehatan ginjal.

Purwoceng mengandung berbagai senyawa aktif seperti turunan kumarin (bergapten, isobergapten, sphondin), saponin, sterol, alkaloid, flavonoid, tanin, dan senyawa fenolik.

Kombinasi ini memberikan efek antioksidan, antibakteri, antijamur, antiinflamasi, dan bahkan berpotensi sebagai antikanker.

Penelitian awal menunjukkan bahwa ekstrak akar purwoceng dapat menghambat pertumbuhan sel kanker payudara.

Baca juga: Kacang Mete: Komoditas Potensial di Lahan Marginal

Nilai ekonomi dan budaya kuliner

Purwoceng telah lama digunakan dalam budaya lokal Dieng, terutama dalam bentuk jamu tradisional.

Air rebusan akar, batang, atau daun purwoceng diminum untuk menghangatkan tubuh dan meningkatkan energi.

Kini, berbagai inovasi kuliner berbahan purwoceng mulai berkembang, seperti serbuk purwoceng yang dapat diseduh sebagai teh, kopi, susu, atau cokelat.

Selain itu, purwoceng juga diolah menjadi kapsul herbal, tablet jamu, hingga keripik daun. Beberapa produk unik lainnya termasuk suplemen berbasis purwoceng yang dikombinasikan dengan sidat untuk meningkatkan vitalitas pria.

Purwoceng juga mulai dimanfaatkan dalam industri kesehatan dan kosmetik. Ekstraknya digunakan dalam balm, minyak pijat, dan suplemen kesehatan.

Dalam berbagai festival atau promosi wisata Dieng, purwoceng sering diperkenalkan sebagai salah satu warisan herbal lokal bernilai tinggi.

Sebagai tanaman obat langka dengan permintaan tinggi, purwoceng memiliki nilai ekonomi yang menjanjikan.

Di tingkat lokal, purwoceng memberikan pemasukan tambahan bagi petani Dieng. Harga jual purwoceng cukup tinggi, dengan tanaman segar dihargai sekitar Rp 60.000–Rp 100.000 per kg, sedangkan akar keringnya bisa mencapai Rp 700.000–Rp 800.000 per kg.

Permintaan purwoceng terus meningkat, terutama dari industri jamu nasional seperti Air Mancur dan Sidomuncul.

Namun, kapasitas produksi petani masih terbatas, dengan suplai sekitar 40–50 kg purwoceng kering per bulan, jauh di bawah permintaan. Ini menunjukkan peluang besar bagi pengembangan budidaya purwoceng.

Purwoceng Dieng telah terdaftar sebagai produk Indikasi Geografis (IG) sejak 2012, menjadikannya komoditas khas dengan daya saing tinggi.

Jika budidaya dan produksi purwoceng terus dikembangkan, bukan tidak mungkin Indonesia dapat mengekspor purwoceng sebagai herbal unggulan di pasar global.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Peluang Budidaya Kurma di Indonesia: Teknologi dan Kisah Sukses

Peluang Budidaya Kurma di Indonesia: Teknologi dan Kisah Sukses

Varietas Tanaman
Purwoceng, Ginseng Lokal Bernilai Tinggi

Purwoceng, Ginseng Lokal Bernilai Tinggi

Varietas Tanaman
Manfaat Ekonomi dan Lingkungan Serai Wangi

Manfaat Ekonomi dan Lingkungan Serai Wangi

Varietas Tanaman
Kakao Indonesia: Dari Potensi Lokal ke Produk Premium Dunia

Kakao Indonesia: Dari Potensi Lokal ke Produk Premium Dunia

Varietas Tanaman
Sensasi Pedas Jaman Majapahit: Memanfaatkan Kembali Cabai Jawa

Sensasi Pedas Jaman Majapahit: Memanfaatkan Kembali Cabai Jawa

Varietas Tanaman
Pala: Warisan Nusantara Menuju Pemanfaatan Global

Pala: Warisan Nusantara Menuju Pemanfaatan Global

Varietas Tanaman
Anggur Muscat dan Keberpihakan pada Buah Lokal

Anggur Muscat dan Keberpihakan pada Buah Lokal

Varietas Tanaman
Mengenal Gula Bit: Inovasi Pemanis

Mengenal Gula Bit: Inovasi Pemanis

Varietas Tanaman
Peluang Stevia dalam Diversifikasi Industri Gula

Peluang Stevia dalam Diversifikasi Industri Gula

Varietas Tanaman
Mengoptimalkan Keunggulan Tanaman Obat Indonesia

Mengoptimalkan Keunggulan Tanaman Obat Indonesia

Varietas Tanaman
Menggali Peluang Ekonomi dan Manfaat Kayu Manis

Menggali Peluang Ekonomi dan Manfaat Kayu Manis

Varietas Tanaman
Kacang Mete: Komoditas Potensial di Lahan Marginal

Kacang Mete: Komoditas Potensial di Lahan Marginal

Varietas Tanaman
Mengembalikan Kejayaan Industri Teh Indonesia

Mengembalikan Kejayaan Industri Teh Indonesia

Varietas Tanaman
Mengawal Produksi dan Nilai Ekonomi Cengkih Indonesia

Mengawal Produksi dan Nilai Ekonomi Cengkih Indonesia

Varietas Tanaman
Sagu: Deposit Pangan Indonesia

Sagu: Deposit Pangan Indonesia

Varietas Tanaman
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau