JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam penanganan pascapanen padi, beras harus disimpan di tempat yang bersih dan tertutup rapat untuk menghindari serangan hama dan jamur. Akan tetapi, sering kali beras masih terkontaminasi oleh hama kutu beras.
Dikutip dari laman Cybex Kementerian Pertanian RI, Senin (6/2/2023), kutu beras adalah serangga hama dari marga Tenebrio yang dikenal gemar menghuni biji-bijian atau serealia yang disimpan.
Tidak hanya menyerang beras, tetapi juga dapat menyerang bulir jagung, biji kacang-kacangan, jewawut dan sorgum. Melihat dari sisi siklus hidupnya yang begitu cepat, maka mencegah kutu beras dirasa akan lebih mudah daripada mengendalikannya.
Baca juga: Simak, Ini Cara Mengolah Gabah Menjadi Beras
Kutu beras sebenarnya sudah terbawa saat masih dalam bentuk gabah. Jadi, saat gabah masih dalam penyimpanan, kutu beras telah menginfeksi gabah dengan memasukkan telurnya ke dalam bulir gabah.
Telur tersebut berada pada posisi dorman, sehingga ketika dilakukan penjemuran dan penggilingan kondisi telur masih baik-baik saja dan tidak akan mengalami perubahan.
Setelah gabah digiling menjadi beras dan disimpan pada suhu kelembapan yang cenderung stabil, telur kutu beras akan menetas.
Kemudian, larva mulai menggerogoti beras hingga mengakibatkan adanya gumpalan-gumpalan akibat bercampurnya air liur larva dengan kotorannya.
Baca juga: Cara Membuat Jamur Jakaba dari Air Cucian Beras
Telur kutu beras yang aktif akan menetas menjadi larva setelah tiga hari. Larva akan hidup pada lubang beras selama 18 hari.
Setelah itu akan menjadi pupa selama lima hari lalu bermetamorfosis menjadi kutu.