KACANG mete (Anacardium occidentale), atau yang dikenal sebagai jambu monyet di beberapa daerah, adalah tanaman perkebunan strategis yang sangat cocok untuk dikembangkan di lahan marginal yang sering dianggap kurang produktif.
Selain itu, kacang mete memiliki nilai tambah yang tinggi melalui diversifikasi produk seperti kacang olahan, sirup, hingga minyak CNSL (Cashew Nut Shell Liquid) yang digunakan dalam berbagai industri.
Penanganan yang tepat, mulai dari penggunaan varietas unggul hingga teknologi pascapanen modern dapat meningkatkan produktivitas dan nilai ekspor mete.
Tanaman Kacang Mete memiliki adaptabilitas tinggi terhadap kondisi lingkungan yang kurang ideal.
Tanaman ini mampu tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan rendah hingga sedang (500–1.500 mm/tahun) karena sistem perakarannya yang dalam memungkinkan penyerapan air dari lapisan tanah lebih dalam, menjadikannya tahan terhadap kekeringan.
Kemampuan beradaptasi pada tanah dengan pH antara 6,3–7,3 juga menjadikannya ideal untuk lahan marginal.
Selain itu, kacang mete dapat bertahan di tanah dengan kesuburan rendah, seperti tanah berpasir, tanah berbatu, atau tanah bertekstur ringan.
Ketahanan terhadap kadar garam yang moderat juga membuat mete ideal untuk lahan pesisir atau tanah dengan salinitas tinggi.
Perawatan tanaman ini relatif mudah dan membutuhkan biaya rendah, sehingga sangat cocok bagi petani dengan sumber daya terbatas.
Dengan usia produktif mencapai 30–50 tahun, mete memberikan keuntungan ekonomi jangka panjang yang signifikan.
Di Indonesia, kacang mete banyak dikembangkan di berbagai wilayah dengan lahan marginal yang memiliki potensi besar untuk pengembangan tanaman ini.
Menurut data Badan Pusat Statistik, luas lahan kacang mete di Indonesia mencapai 573.000 hektare pada 2024, tersebar di 21 provinsi.
Wilayah utama pengembangan mete meliputi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali, dan Jawa Timur, dengan Sulawesi Tenggara memberikan kontribusi produksi terbesar, mencapai 24,85 persen total produksi nasional.
Selain itu, NTT mencatat luas penanaman hingga 167.209 hektare dengan produksi mencapai 52.539 ton.
Dengan berbagai keunggulan tersebut, mete menjadi solusi optimal dalam memanfaatkan lahan berproduktifitas rendah dan memberikan kontribusi signifikan bagi sektor perkebunan serta perekonomian nasional melalui ekspor.