AKHIR 2024 lalu, heboh di media pemberitaan tentang temuan organisasi keamanan pangan di Thailand mengenai anggur Shine Muscat yang tercemar residu pestisida.
Temuan yang sebenarnya merupakan investigasi pihak swasta (bukan otoritas resmi keamanan pangan Thailand) memicu kehebohan di Asia Tenggara setidaknya di empat negara; Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia.
Malaysia dan Singapura mengeluarkan rilis resmi bahwa berdasarkan hasil uji laboratorium, dua negara tetangga Indonesia ini menyatakan anggur muscat yang beredar di sana aman untuk dikonsumsi.
Di Indonesia kehebohan yang sama terjadi. Publik mempertanyakan apakah anggur muscat yang beredar aman atau tidak.
Badan Pangan Nasional selaku Otoritas Kompeten Keamanan Pangan (OKKP) segera melakukan sampling di berbagai daerah. Hasilnya diumumkan melalui konferensi pers bersama dengan BPOM dan Badan Karantina Indonesia.
Ketiga institusi yang berkaitan dengan pengawasan keamanan pangan ini menyatakan bahwa anggur muscat yang beredar di Indonesia aman dikonsumsi.
Baca juga: Narasi dan Komodifikasi Pangan Lokal
Berkaca dari kasus anggur muscat ini, selayaknya menjadi momentum untuk mengangkat buah lokal dan menopang peningkatan kualitas pangan masyarakat.
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebagai indikator kualitas konsumsi pangan menunjukkan pada 2023 sebesar 94,1 meningkat dari tahun 2022 yang tercatat di angka 92,9.
Namun dari rincian skor PPH tersebut, meski kelompok buah dan sayur sudah memenui Angka Kecukupan Gizi (AKG) ideal sebesar 6 persen, kelompok buah/biji berminyak masih di bawah, yaitu 0,8 persen dari AKG ideal sebesar 3 persen.
Begitu pula kelompok pangan lainnya seperti padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, kacang-kacangan, serta gula masih perlu didorong menuju AKG ideal.
Indikasi perlunya mendorong konsumsi buah dan sayuran untuk pemenuhan kualitas konsumsi pangan gizi juga ditunjukkan dari hasil jajak pendapat yang digelar Kompas pada 2022 (Kompas.id, 1/2/2025).
Hasil survei, hanya 39,1 persen responden yang rutin mengonsumsi kombinasi sayur dan buah setiap hari. Sementara 21,4 persen hanya mengonsumsi salah satu di antaranya.
Baca juga: Pemuda, Petani, dan Pangan
Sedangkan sebanyak 15 persen responden sama sekali tidak memenuhi standar konsumsi buah dan sayuran harian.
Indonesia tidak kekurangan buah yang diproduksi di berbagai daerah. Ragam buah lokal itu tersedia sepanjang tahun karena tumbuh dan berbuah di waktu yang berbeda.
Badan Pusat Statisik (BPS) mencatat ada banyak jenis buah lokal yang banyak diproduksi di Indonesia.