Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kuntoro Boga
Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Kementan

Praktisi, Peneliti dan Pengamat Pertanian

Menjadikan Indonesia Pusat Hilirisasi Kelapa Dunia

Kompas.com, 28 Maret 2025, 14:25 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDONESIA, dengan luas perkebunan kelapa mencapai 3,3 juta hektare dan produksi kopra sekitar 2,8 juta ton per tahun, pantas mendapat julukan sebagai "Negeri Rayuan Pulau Kelapa".

Komoditas ini menjadi tulang punggung bagi lebih dari lima juta keluarga petani dan memiliki potensi strategis dalam menguasai pasar global produk turunan kelapa.

Namun, ironi muncul ketika Indonesia masih terjebak dalam ekspor komoditas primer seperti kopra dan kelapa bulat, yang menyumbang 70 persen total ekspor kelapa nasional.

Peluang untuk menjadi pemimpin global dalam industri hilir kelapa justru dimanfaatkan oleh negara seperti Filipina, India, dan Sri Lanka.

Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah strategis, termasuk penyediaan bibit berkualitas dan pengembangan industri pengolahan kelapa melalui diversifikasi produk turunan.

Meskipun demikian, produktivitas tanaman kelapa dalam negeri masih sangat rendah, sehingga diperlukan fokus lebih lanjut pada peningkatan produktivitas dan inovasi produk hilir.

Baca juga: Kemandirian Obat Melalui Tanaman Biofarmaka

Kolaborasi internasional melalui International Coconut Community (ICC) dengan negara-negara produsen utama kelapa lain juga diharapkan dapat memperkuat industri kelapa Indonesia di kancah global.

Potensi dibalik tantangan multidimensi

Potensi besar yang terkekang dari industri kelapa nasional tercermin dalam data terbaru dari BPS dan Kementerian Pertanian (2025), produktivitas kelapa Indonesia hanya sekitar 0,9 hingga 1,1 ton per hektare, jauh dari potensi ideal sebesar 2-3 ton per hektare.

Rendahnya produktivitas ini disebabkan minimnya penerapan Good Agricultural Practices (GAP) dan penggunaan serta ketersediaan benih unggul yang terbatas.

Contoh sukses penggunaan varietas unggul produk Balitpalma (Balai Penelitian tanaman Palma atau sekarang menjadi BSIP Palma) seperti Kelapa Dalam Tenga (KDT) dan Kelapa Dalam Mapanget (KDM) di Kabupaten Minahasa Utara yang mampu meningkatkan produktivitas hingga 3 ton per hektare kopra menunjukkan bahwa peningkatan signifikan dapat dicapai jika program peremajaan dan benih unggul diperluas secara masif.

Tantangan perubahan iklim juga semakin memperparah situasi. Dampak fenomena El Niño 2023 menyebabkan penurunan produksi hingga 30 persen di sentra produksi kelapa seperti Sulawesi Tengah dan Maluku.

Baca juga: Minyak Nilam Indonesia yang Mengharumkan Dunia

Selain itu, serangan hama seperti kumbang penggerek batang (Oryctes rhinoceros) juga merusak hingga 20 persen tanaman di Jawa Timur.

Dari sisi ekonomi, rendahnya harga jual kelapa di tingkat petani (Rp 2.500-Rp 3.000/kg) menjadi kendala utama.

Biaya produksi tinggi akibat kenaikan harga pupuk dan tenaga kerja membuat petani memilih beralih ke komoditas lain yang dianggap lebih menguntungkan.

Di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, sekitar 30 persen lahan kelapa telah beralih fungsi sejak 2018.

Industri hilir kelapa di Indonesia juga menghadapi tantangan besar. Dari sekitar 1.200 industri pengolahan kelapa, hanya sekitar 40 persen yang beroperasi secara optimal.

Sebagian besar industri tersebut masih terbatas pada produk kopra dan minyak kelapa kasar (Crude Coconut Oil/CNO), sementara produk dengan nilai tambah tinggi seperti nanofiber dari sabut kelapa, bioarang dari tempurung, dan VCO (Virgin Coconut Oil) belum dikembangkan secara maksimal.

Ambisi pemerintah melalui program hilirisasi 2025-2045 telah menyadari berbagai harapan tersebut. Bappenas bersama Kementerian terkait telah menyusun Peta Jalan Hilirisasi Kelapa 2025-2045 dengan target tinggi.

Dalam peta jalan ini, produksi kelapa ditargetkan meningkat hingga 6 juta ton setara kopra, dengan produktivitas mencapai 1,78 ton per hektare, dan minimal 95 persen produksi kelapa diproses secara domestik.

Sasaran lainnya adalah meningkatkan kontribusi ekspor produk turunan kelapa Indonesia agar masuk dalam 10 besar dunia, serta meningkatkan nilai ekspor hingga 10 kali lipat dalam 20 tahun mendatang.

Langkah strategis menuju hilirisasi untuk merealisasikan target besar ini, pemerintah harus fokus pada tiga aspek utama.

Pertama, revitalisasi perkebunan melalui program peremajaan tanaman tua secara masif, peningkatan ketersediaan benih unggul, dan optimalisasi penerapan GAP secara luas.

Baca juga: Dinamika Industri Kopi Indonesia

Upaya ini harus diikuti peningkatan kemampuan penyuluh pertanian serta kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, swasta, dan akademisi.

Selain itu, transformasi industri hilir dengan mendorong investasi dalam teknologi pengolahan dan pengembangan produk bernilai tambah tinggi seperti VCO, nanofiber, arang aktif, dan cocopeat.

Pengembangan klaster industri berbasis kelapa di daerah-daerah sentra produksi seperti Maluku Utara, Sulawesi Utara, dan Sumatera Barat harus didukung oleh pemerintah melalui insentif fiskal, kemudahan perizinan, dan infrastruktur yang memadai.

Kemudian hal penting lainnya adalah pembenahan rantai pasok melalui pemberdayaan koperasi petani dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai agregator yang menjamin harga kelapa yang layak di tingkat petani.

Digitalisasi rantai pasok seperti e-Coconut juga dapat diterapkan untuk mengurangi peran tengkulak yang kerap merugikan petani.

Belajar dari kesuksesan negara lain

Indonesia dapat mengambil pelajaran berharga dari negara-negara produsen kelapa seperti Filipina dan Thailand yang telah berhasil mengembangkan industri hilir kelapa mereka.

Filipina, misalnya, melalui peran aktif Philippine Coconut Authority (PCA), telah berhasil mengembangkan industri kosmetik dan farmasi berbasis kelapa.

Produk-produk seperti minyak kelapa murni (VCO), tepung kelapa, dan coco methyl ester telah menjadi andalan ekspor mereka, meningkatkan nilai tambah komoditas kelapa secara signifikan.

Thailand juga menunjukkan inovasi dalam industri kelapa dengan mengembangkan produk seperti yogurt kelapa dan kelapa beku.

Inovasi ini berhasil menembus pasar ekspor ke Eropa dan Amerika Serikat, menunjukkan bahwa diversifikasi produk turunan kelapa dapat membuka peluang pasar baru dan meningkatkan daya saing di pasar internasional.

Pengembangan industri hilir kelapa tidak hanya penting dari sisi ekonomi, tetapi juga memiliki dampak positif terhadap lingkungan.

Baca juga: Purwoceng, Ginseng Lokal Bernilai Tinggi

Perkebunan kelapa memiliki potensi besar dalam menyerap karbon dioksida (CO?), yang berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim.

Meskipun data spesifik mengenai penyerapan karbon oleh perkebunan kelapa masih terbatas, tanaman kelapa sawit, yang memiliki karakteristik serupa, diketahui mampu menyerap CO2 dalam jumlah signifikan.

Dengan potensi yang dimiliki, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat hilirisasi kelapa dunia.

Namun, pencapaian ini memerlukan komitmen kuat dari pemerintah, konsistensi kebijakan, dan kolaborasi erat antara sektor swasta, akademisi, dan petani.

Langkah-langkah strategis seperti peremajaan perkebunan kelapa, peningkatan produktivitas melalui penggunaan varietas unggul, dan pengembangan industri hilir yang inovatif harus segera diimplementasikan.

Saatnya bagi Indonesia untuk bergerak nyata, menjadikan kelapa bukan sekadar komoditas ekspor primer, tetapi sebagai sumber kesejahteraan bagi jutaan keluarga petani dan pilar utama pertumbuhan ekonomi hijau di masa depan.

Hilirisasi kelapa adalah langkah strategis menuju kesejahteraan yang berkelanjutan dan posisi Indonesia sebagai pemimpin global dalam industri kelapa dunia.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Asa Pohon Mete di Tanah Gersang
Asa Pohon Mete di Tanah Gersang
Varietas Tanaman
Belajar dari Sukun Kukus: Menguatkan Ketahanan Pangan lewat Keanekaragaman
Belajar dari Sukun Kukus: Menguatkan Ketahanan Pangan lewat Keanekaragaman
Varietas Tanaman
Halusinasi Negara Agraris
Halusinasi Negara Agraris
Tips
Waktunya Jujur: Petani Butuh Fakta, Bukan Ilusi Statistik
Waktunya Jujur: Petani Butuh Fakta, Bukan Ilusi Statistik
Tips
Jangan Korbankan Teh: Investasi Hijau untuk Masa Depan
Jangan Korbankan Teh: Investasi Hijau untuk Masa Depan
Varietas Tanaman
Mengungkap Potensi Kedawung yang Terabaikan
Mengungkap Potensi Kedawung yang Terabaikan
Varietas Tanaman
Briket Arang Kelapa: Limbah Jadi Komoditas Ekspor
Briket Arang Kelapa: Limbah Jadi Komoditas Ekspor
Varietas Tanaman
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Varietas Tanaman
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Varietas Tanaman
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Varietas Tanaman
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Tips
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Varietas Tanaman
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Varietas Tanaman
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Varietas Tanaman
Masa Depan Pala Banda
Masa Depan Pala Banda
Varietas Tanaman
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau