Hilirisasi menjadi langkah strategis untuk meningkatkan nilai tambah komoditas lada. Hingga kini, ekspor Indonesia masih didominasi lada mentah, sementara produk olahan seperti lada bubuk, minyak atsiri, dan oleoresin masih berkembang terbatas.
Pemerintah mendorong pengolahan lada di tingkat petani, serta kolaborasi dengan industri farmasi dan kosmetik untuk memperluas pemanfaatan ekstrak lada.
Dengan peningkatan produktivitas, perbaikan mutu, dan perluasan produk olahan, Indonesia memiliki peluang besar untuk memperkuat kembali posisinya sebagai salah satu pemain utama dalam perdagangan rempah dunia.
Pemerintah Indonesia menempatkan lada sebagai bagian dari program strategis pengembangan rempah-rempah nasional.
Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan sejumlah lembaga negara lainnya menginisiasi kebijakan hilirisasi untuk mendorong transformasi lada dari bahan mentah menjadi komoditas industri bernilai tambah.
Fokusnya mencakup intensifikasi pertanian, pemanfaatan perjanjian perdagangan bebas (FTA), serta pengembangan produk olahan berkualitas tinggi.
Selain itu, pengembangan varietas lada unggul terus dilakukan guna meningkatkan produktivitas dan daya saing di pasar global.
Dukungan terhadap petani lada diperkuat melalui pendampingan budidaya, pelatihan pascapanen, dan teknologi pengolahan semi-mekanis, seperti yang diuji oleh BRMP Perkebunan, Kementerian Pertanian, untuk meningkatkan mutu lada putih.
Pemerintah juga memperluas akses ke pembiayaan dan perlindungan harga melalui skema kredit usaha tani dan asuransi komoditas.
Upaya memperkuat identitas produk lada nasional diwujudkan melalui perlindungan Indikasi Geografis (IG), seperti pada Lada Putih Muntok dari Bangka Belitung, yang telah bersertifikat IG hingga 2024. Label ini diharapkan memperkuat reputasi dan nilai jual lada Indonesia di pasar ekspor.
Di tingkat internasional, pemerintah mengintensifkan promosi ekspor melalui diplomasi rempah, termasuk kampanye “Spice Up the World” yang mengandalkan gastrodiplomasi.
Lada Indonesia dipromosikan di berbagai pasar potensial seperti Afrika, Australia, Jepang, dan Eropa melalui pameran kuliner dan misi dagang.
Di Jepang, perjanjian Indonesia–Japan EPA telah menghapus bea masuk lada, memperkuat penetrasi pasar.
Saat ini, Jepang menyerap sekitar 8 persen ekspor lada Indonesia, sementara negara-negara Uni Eropa seperti Jerman dan Belanda masih menyumbang 1–5 persen.
Melalui peningkatan mutu, intelijen pasar, dan penguatan kerja sama dagang, ekspor lada Indonesia ke pasar utama dunia diharapkan terus tumbuh secara berkelanjutan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.