
KACANG mete (Anacardium occidentale) merupakan komoditas perkebunan yang eksotis dan potensial di Indonesia, baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
Berdasarkan data Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, sekitar 99,8 persen dari total produksi nasional mete sekitar 150.000 ribu ton/tahun dihasilkan oleh petani kecil atau perkebunan rakyat.
Meski begitu, angka tersebut masih tertinggal jauh dibanding negara-negara produsen utama dunia seperti Vietnam dan India.
Vietnam, misalnya, mampu mengekspor rata-rata sekitar 3 juta ton mete dengan pangsa 41 persen pasar global.
Di tahun 2019, Indonesia masih berada di peringkat ke-10 dunia dalam produksi kacang mete mentah.
Namun, peluang ekspor tetap terbuka lebar. Sepanjang tahun 2023, nilai ekspor mete Indonesia mencapai 51,6 juta dolar AS (sekitar Rp 841 miliar) dengan volume 62,8 juta kilogram.
Baca juga: Menembus Pasar Premium Organik
Pasar utama ekspor mete Indonesia adalah Vietnam (55 persen), India (23 persen), serta sebagian lainnya ke Amerika Serikat dan negara-negara lain.
Sayangnya, produktivitas kacang mete Indonesia masih tergolong rendah, yakni berkisar antara 434-800 kilogram per hektar, jauh di bawah capaian Vietnam dan India yang bisa mencapai 1.500-2.000 kilogram per hektar.
Rendahnya produktivitas ini menjadi tantangan serius dalam upaya mengejar daya saing global.
Di sisi lain, pemerintah terus mendorong perluasan pasar baru dan strategi hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah.
Langkah-langkah strategis tersebut termasuk promosi ekspor produk mete olahan serta pemberdayaan UMKM sebagai pelaku utama dalam mata rantai industri mete nasional.
UMKM memiliki peran vital dalam pengolahan dan distribusi kacang mete. Sentra produksi utama tersebar di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, dan Jawa Timur, dengan kapasitas sekitar 30.000–50.000 ton per tahun di masing-masing daerah.
Selepas panen, kacang mete mentah biasanya dijual dalam bentuk gelondongan ke pabrik pengolahan, baik di dalam negeri maupun untuk ekspor. UMKM berperan penting dalam proses pascapanen hingga ke pasar.
Beberapa kisah sukses seperti East Bali Cashew (EBC), yang mempekerjakan lebih dari 350 orang dan mengekspor ke tujuh negara, menunjukkan potensi besar mete Indonesia di pasar global.
Selain itu, UMKM seperti Renjana (Surabaya) dan Kedai Bunly (Sulawesi Selatan) berhasil menembus pasar ekspor ASEAN. Mereka mengemas mete sebagai produk camilan premium dengan pendekatan kreatif dan digital marketing.