Misalnya, tekanan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan kampanye antirokok yang masif telah membatasi pasar dan menurunkan minat merokok di banyak negara.
Baca juga: WCTC 2025 dan Paradoks Pengendalian Tembakau di Indonesia
Ketentuan kesehatan baru, seperti larangan tambahan bahan adiktif dan potensi plain packaging, juga mengancam kelangsungan kreasi lokal yang selama ini berakar kuat.
Di era digital, muncul pula substitusi berupa produk vape dan e-cigarette. Peralihan konsumsi generasi muda ke rokok elektrik menimbulkan implikasi ganda: meredam permintaan tembakau konvensional dan mengikis basis cukai negara.
Tren ini juga menimbulkan risiko baru, karena regulasi terhadap vape di Indonesia belum sejelas rokok tradisional.
Padahal, selain menimbulkan persoalan kesehatan baru, peredaran produk ilegal (tanpa cukai) juga mengikis lahan pasar tembakau legal.
Di tingkat produksi, efisiensi budidaya tembakau kita relatif rendah. Produktivitas rata-rata nasional sekitar 1.124 kg per hektar (bandingkan dengan 3.189 kg/ha di Italia), menunjukkan masih banyak ruang peningkatan.
Proses pascapanen yang masih manual dan teknik pengolahan tradisional menyebabkan kualitas daun sering kali menurun. Keterbatasan infrastruktur pengeringan dan penyimpanan juga mengakibatkan kerugian mutu.
Untuk menyongsong masa depan, industri tembakau Indonesia perlu melakukan hilirisasi dan diversifikasi produk. Pengembangan pabrik pengolahan hulu-hilir tembakau harus diperkuat, sehingga nilai tambah tidak hanya berhenti di daun kering.
Salah satu peluang besar adalah menambah jenis produk non-rokok. Misalnya, penelitian dan pengembangan tembakau untuk keperluan farmasi dan kesehatan (seperti ekstraksi nikotin untuk terapi, atau protein antitumor dari senyawa tembakau) sedang digarap.
Secara serupa, industri pestisida nabati dari tembakau memiliki potensi menjanjikan. Kelompok tani di Indonesia seperti Tani Punik Mitra berhasil memanfaatkan limbah batang tembakau menjadi bio-oil insektisida berbasis nikotin.
Baca juga: Industri Tembakau Tertekan, Serikat Pekerja Desak Revisi Aturan
Larutan nikotin alami ini ampuh mengendalikan hama tanaman dan merupakan contoh konkret bagaimana produk tembakau bisa diolah kembali menjadi panganan baru ekonomi.
Diversifikasi ke produk lain juga mencakup pemanfaatan gliserol tembakau untuk esens rokok elektrik berizin atau pembuatan pupuk organik.
Pemerintah dan peneliti sudah menyoroti peluang tembakau sebagai bahan baku organik dalam pupuk atau pakan ternak setelah fermentasi, sehingga sebagian limbah petani bisa dimaksimalkan.
Inovasi seperti penggunaan vermikompos (pupuk fermentasi cacing) telah terbukti meningkatkan hasil panen sekaligus menjaga kesuburan lahan.
Dengan metode ini, petani dapat mereduksi biaya pupuk kimia dan memelihara ekosistem lahan tembakau.