Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kuntoro Boga
Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Kementan

Praktisi, Peneliti dan Pengamat Pertanian

Mengembalikan Kejayaan Industri Teh Indonesia

Kompas.com, 5 Januari 2025, 15:34 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Rendahnya produktivitas ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk inovasi teknologi dalam pengelolaan perkebunan dan proses produksi guna meningkatkan efisiensi.

Di sisi lain, konsumsi domestik teh menunjukkan tren peningkatan. Menurut data BPS (Susenas 2023), rata-rata konsumsi teh celup nasional mencapai 1,26 kantong per kapita per minggu.

Meski demikian, Indonesia berada di urutan ke-22 dalam konsumsi teh per kapita global, dengan rata-rata konsumsi per kapita hanya 0,38 kg per tahun.

Popularitas produk teh siap minum (RTD tea) menjadi pendorong utama pertumbuhan konsumsi domestik, membuka peluang besar untuk mengembangkan pasar teh lokal meskipun produksi terus menurun.

Dengan inovasi dalam teknologi, strategi pemasaran yang efektif, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan, industri teh Indonesia memiliki potensi untuk kembali berjaya di pasar domestik maupun internasional.

Strategi revitalisasi dan pemasaran global

Laporan Food and Agriculture Organization (FAO) menunjukkan konsumsi teh pada pasar global terus menunjukkan pertumbuhan positif, meningkat dari 6,89 juta ton pada 2022 menjadi proyeksi 7,44 juta ton pada 2025.

Nilai pasar teh dunia diperkirakan melonjak dari Rp 3.300 triliun pada 2022 menjadi sekitar Rp 4.000 triliun pada 2025, menciptakan peluang besar bagi negara-negara produsen teh.

Namun, Indonesia belum mampu memanfaatkan peluang ini secara optimal. Sebaliknya, ekspor teh Indonesia justru menurun drastis, dari Rp 2,7 triliun pada 2010 menjadi Rp 1,35 triliun pada 2022.

Selain itu, ketergantungan pada impor teh meningkat tajam dengan volume impor menurut BPS, pada tahun 2022 mencapai 29,76 juta dollar AS (Rp 446 miliar) dengan volume sekitar 11.000 ton.

Sebagian besar impor teh Indonesia berasal dari Vietnam, yang memasok sekitar 53,6 persen total volume impor teh nasional pada 2022. Kondisi ini mencerminkan kesenjangan daya saing teh Indonesia di tengah pertumbuhan permintaan global.

Untuk mengatasi tantangan ini, penguatan sektor produksi harus menjadi prioritas utama. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah melakukan peremajaan lahan perkebunan teh yang sudah tua.

Melalui kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta, program replantasi dapat dilakukan dengan menyediakan bibit unggul, pupuk, dan pelatihan bagi petani untuk meningkatkan produktivitas.

Selain itu, adopsi teknologi modern untuk pemantauan lahan, sistem irigasi otomatis, dan alat pemrosesan yang lebih efisien sangat diperlukan untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan kualitas hasil panen.

Kebijakan zonasi yang tegas juga harus diterapkan untuk mencegah alih fungsi lahan perkebunan teh ke komoditas lain.

Di sisi lain, inovasi produk dan pemasaran menjadi langkah penting yang perlu diambil untuk mengatasi stagnasi industri teh Indonesia.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Asa Pohon Mete di Tanah Gersang
Asa Pohon Mete di Tanah Gersang
Varietas Tanaman
Belajar dari Sukun Kukus: Menguatkan Ketahanan Pangan lewat Keanekaragaman
Belajar dari Sukun Kukus: Menguatkan Ketahanan Pangan lewat Keanekaragaman
Varietas Tanaman
Halusinasi Negara Agraris
Halusinasi Negara Agraris
Tips
Waktunya Jujur: Petani Butuh Fakta, Bukan Ilusi Statistik
Waktunya Jujur: Petani Butuh Fakta, Bukan Ilusi Statistik
Tips
Jangan Korbankan Teh: Investasi Hijau untuk Masa Depan
Jangan Korbankan Teh: Investasi Hijau untuk Masa Depan
Varietas Tanaman
Mengungkap Potensi Kedawung yang Terabaikan
Mengungkap Potensi Kedawung yang Terabaikan
Varietas Tanaman
Briket Arang Kelapa: Limbah Jadi Komoditas Ekspor
Briket Arang Kelapa: Limbah Jadi Komoditas Ekspor
Varietas Tanaman
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Varietas Tanaman
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Varietas Tanaman
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Varietas Tanaman
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Tips
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Varietas Tanaman
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Varietas Tanaman
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Varietas Tanaman
Masa Depan Pala Banda
Masa Depan Pala Banda
Varietas Tanaman
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau