Potensi kayu manis tidak hanya berhenti pada kesehatan. Dalam dunia industri, kayu manis menjadi bahan penting dalam pembuatan makanan, minuman, hingga produk farmasi.
Keunggulannya sebagai pengganti antioksidan sintetis memberikan nilai tambah yang signifikan, terutama di era ketika konsumen semakin memilih produk alami dan ramah lingkungan.
Penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan kayu manis dalam produk makanan tidak hanya meningkatkan cita rasa, tetapi juga memberikan manfaat kesehatan tambahan, menjadikannya solusi multifungsi yang relevan di pasar modern.
Dengan pengelolaan yang baik, kayu manis dapat terus memberikan kontribusi besar bagi kesehatan manusia sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sentra produksi utama seperti Sumatera Barat, Jambi, dan Sumatera Utara telah menjadi pusat budidaya kayu manis yang mendominasi pangsa pasar internasional.
Dengan kontribusi mencapai 85 persen dari total produksi dunia, kayu manis Indonesia, terutama jenis Cassia Vera, menjadi komoditas yang sangat diminati di negara-negara seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Asia.
Permintaan yang terus meningkat dari pasar global menunjukkan bahwa kayu manis Indonesia tidak hanya unggul dalam hal kualitas, tetapi juga memiliki daya saing tinggi di tingkat internasional.
Indonesia adalah salah satu produsen utama kayu manis dunia dengan luas areal tanaman mencapai 87.100 hektare pada tahun 2022.
Meskipun luas lahan mengalami penyusutan lebih dari 10.000 hektare sejak 2016, produktivitas meningkat dari 1,2 ton per hektare menjadi 1,8 ton per hektare, menunjukkan efisiensi yang semakin baik dalam budidaya.
Dalam perdagangan global, Indonesia bersaing dengan negara-negara seperti Vietnam, Sri Lanka, dan China.
Berdasarkan data dari Observatory of Economic Complexity (OEC) pada tahun 2021, Vietnam menjadi pengekspor terbesar dengan nilai ekspor 270 juta dollar AS (sekitar Rp 4,05 triliun), diikuti Sri Lanka dengan 175 juta dollar AS (Rp 2,625 triliun), Indonesia di posisi ketiga dengan 172 juta dollar AS (Rp 2,58 triliun), dan China sebesar 162 juta dollar AS (Rp 2,43 triliun).
Salah satu perbedaan utama kayu manis Indonesia dan Sri Lanka adalah spesiesnya, di mana kayu manis Sri Lanka, dikenal sebagai Ceylon cinnamon (Cinnamomum zeylanicum), dianggap memiliki kualitas lebih baik dibandingkan Cassia cinnamon (Cinnamomum burmannii) yang dominan di Indonesia.
Perbedaan ini berdampak pada preferensi pasar dan harga internasional.
Meskipun memiliki posisi strategis dalam produksi dan ekspor kayu manis, Indonesia menghadapi tantangan seperti penyusutan lahan dan persaingan kualitas dengan negara lain.
Oleh karena itu, diperlukan strategi pengembangan yang berfokus pada peningkatan kualitas produk dan diversifikasi pasar ekspor untuk mempertahankan kontribusi kayu manis sebagai salah satu andalan ekonomi nasional.