Meskipun memiliki luas lahan yang signifikan, Indonesia menghadapi sejumlah tantangan besar dalam meningkatkan produktivitas pala.
Saat ini, rata-rata hasil per hektare di Indonesia hanya mencapai 1,7 ton, jauh tertinggal dibandingkan India yang mampu menghasilkan 4,02 ton per hektare.
Faktor utama yang menyebabkannya adalah penggunaan teknologi budidaya tradisional, rendahnya adopsi bibit unggul, dan minimnya perhatian terhadap pengelolaan pascapanen.
Selain itu, masalah kualitas produk juga menjadi penghambat daya saing pala Indonesia di pasar internasional.
Tingginya kandungan aflatoksin dalam biji pala sering menjadi alasan penolakan ekspor oleh negara-negara seperti Uni Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat.
Kegagalan dalam memenuhi standar mutu internasional ini mengindikasikan perlunya regulasi yang lebih ketat dan pendampingan teknis berkelanjutan bagi petani.
Untuk memastikan keberlanjutan dan daya saing pala di pasar global, Indonesia perlu mengadopsi pendekatan holistik yang mencakup berbagai strategi inovatif.
Salah satu langkah utama adalah penerapan Good Agricultural Practices (GAP), yang mencakup penggunaan bibit unggul, teknik pemupukan modern, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT).
Pemerintah juga harus menyediakan pelatihan dan bantuan teknis untuk mempercepat adopsi teknologi di tingkat petani.
Diversifikasi produk menjadi prioritas penting lainnya. Selain biji pala, produk bernilai tambah seperti minyak atsiri dan bubuk olahan memiliki potensi besar untuk meningkatkan pendapatan ekspor.
Produk-produk ini dapat menyasar sektor kosmetik, farmasi, dan makanan olahan yang terus berkembang di pasar global.
Di sisi lain, ekstensifikasi dan rehabilitasi lahan di wilayah seperti Maluku dan Papua menawarkan peluang untuk meningkatkan kapasitas produksi nasional.
Potensi lahan lebih dari 800.000 hektare di wilayah ini dapat menjadi pilar penting dalam strategi pengembangan pala.
Indonesia telah mengembangkan berbagai varietas unggul tanaman pala (Myristica fragrans) melalui program penelitian yang dilaksanakan oleh Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri (Balittri), sata ini dibawah BSIP Perkebunan, Kementerian Pertanian.
Salah satu varietas unggul adalah Pala Banda, yang dilepas pada tahun 2009 dan berasal dari Kepulauan Banda, Maluku. Varietas ini memiliki ciri khas aroma yang tajam, produksi mencapai 5.120 butir per pohon per tahun, dan kadar minyak atsiri hingga 21,71 persen.