Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kuntoro Boga
Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Kementan

Praktisi, Peneliti dan Pengamat Pertanian

Serat Alam dari Masa Lalu: Potensi Abaca di Indonesia

Kompas.com, 6 April 2025, 19:20 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEJAK abad ke-19, pisang abaca (Musa textilis) atau yang dikenal sebagai penghasil "serat Manila" telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat nusantara.

Serat ini digunakan untuk membuat tali kapal yang kuat, pakaian adat, hingga berbagai kerajinan tangan tradisional.

Pada masa lalu, Indonesia pernah menjadi salah satu pemasok abaca yang diperhitungkan di Asia. Namun, sejak tahun 1970-an, invasi bahan sintetis secara perlahan menggeser peran serat abaca di pasar domestik maupun internasional.

Produksi serat abaca menurun drastis dan tanaman ini hanya bertahan di pinggiran hutan, tanaman liar atau di kebun masyarakat.

Meski demikian, abaca tetap menjadi potensi lokal yang tak pernah benar-benar hilang. Pisang abaca bukan hanya tanaman penghasil serat, melainkan juga bagian dari warisan sejarah pertanian Indonesia dengan potensi ekonomi yang besar.

Serat ini memiliki kekuatan dan daya tahan luar biasa, menjadikannya bahan baku utama dalam industri kertas khusus, tali kapal, dan tekstil ramah lingkungan.

Di tengah tren global yang semakin menuntut penggunaan bahan ramah lingkungan, permintaan terhadap serat abaca terus meningkat.

Filipina, sebagai produsen utama abaca dunia, berhasil memanfaatkan dan menjaga potensi abaca untuk pemanfaatan berbagai aplikasi modern, seperti pembuatan kertas uang, kabel bawah laut, dan geotekstil untuk kebutuhan teknik sipil.

Baca juga: Serat Alam dan Potensi Pengembangannya

Keberhasilan Filipina menunjukkan bahwa abaca memiliki potensi pasar yang sangat menjanjikan.

Indonesia dapat menjadi pemain utama abaca di pasar serat alam global melalui penguatan investasi, budidaya, pendampingan teknologi, serta promosi produk turunan di pasar internasional.

Mengoptimalkan potensi terpendam

Serat abaca, yang dikenal dengan kekuatan dan ketahanannya, memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia seiring meningkatnya permintaan global terhadap serat alami.

Serat ini banyak digunakan di berbagai sektor industri, seperti kertas khusus, tekstil ramah lingkungan, dan geotekstil.

Untuk memaksimalkan potensi tersebut, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memperluas lahan budidaya di wilayah-wilayah beriklim tropis yang mendukung, seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Utara.

Daerah-daerah ini memiliki kesesuaian iklim dengan curah hujan dan kondisi tanah yang ideal untuk pertumbuhan abaca.

Pemerintah dan pemangku kepentingan perlu melakukan pemetaan lahan secara komprehensif untuk mengidentifikasi area potensial dengan tetap memperhatikan prinsip keberlanjutan, menjaga keseimbangan ekosistem.

Pengembangan abaca di Indonesia memiliki sejarah panjang yang dimulai pada 1853 di Minahasa.

Pada 1905, budidaya tanaman ini diperluas ke Jawa dan Sumatera Selatan dengan hasil yang cukup baik.

Namun, pada 1912, hanya tersisa tiga perkebunan di Besuki, Jawa Timur, yang mampu mengekspor sekitar 200 ton serat per tahun sebelum akhirnya bangkrut akibat menurunnya produktivitas.

Baca juga: Menjadikan Indonesia Pusat Hilirisasi Kelapa Dunia

Tahun 1925, abaca mulai dikembangkan di Sumatera Utara, tetapi kembali mengalami penurunan akibat serangan penyakit layu Fusarium.

Pada 1961, luas lahan abaca di Indonesia menyusut menjadi hanya 404 hektar dengan produktivitas 695 kg/ha.

Meski sempat mengalami kemunduran, pada 1998 minat terhadap abaca kembali meningkat seiring terjadinya krisis ekonomi.

Pemerintah terus mendorong pengembangan agribisnis abaca dalam rangka pengentasan kemiskinan.

Saat ini, telah tersedia dukungan teknologi modern dan juga keberadaan perusahaan seperti PT Alstrom, PT Rekso Group, dan PT Retota Sakti, yang terlibat dalam pengembangan abaca.

Di Banyuwangi, PT Perkebunan Bayulor masih bertahan sebagai produsen abaca berkualitas ekspor, membuka peluang baru untuk kebangkitan industri ini di Indonesia.

Pendampingan teknologi menjadi langkah berikutnya dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas serat abaca.

Teknologi kultur jaringan, misalnya, dapat mempercepat perbanyakan bibit unggul dengan karakteristik serat yang lebih baik dan ketahanan terhadap penyakit layu Fusarium.

Pelatihan terpadu kepada petani mengenai teknik pemilihan bibit, metode penanaman, pemeliharaan tanaman, hingga penanganan pascapanen perlu ditingkatkan untuk menjaga kualitas dan kuantitas hasil produksi.

Foto dirilis Rabu (14/10/2020), memperlihatkan sejumlah pekerja menganyam pintalan benang dari serat pohon pisang (abaca fiber) untuk dijadikan karpet di bengkel anyam Djunaedi. Bengkel anyam milik Djunaedi membuat kerajinan berbahan dasar serat pohon pisang (abaca fiber) yang dipasarkan hingga ke sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Belgia, Inggris, Turki dan Malaysia.ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI Foto dirilis Rabu (14/10/2020), memperlihatkan sejumlah pekerja menganyam pintalan benang dari serat pohon pisang (abaca fiber) untuk dijadikan karpet di bengkel anyam Djunaedi. Bengkel anyam milik Djunaedi membuat kerajinan berbahan dasar serat pohon pisang (abaca fiber) yang dipasarkan hingga ke sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Belgia, Inggris, Turki dan Malaysia.
Selain itu, diversifikasi produk abaca menjadi langkah strategis dalam memperluas pasar. Serat abaca kini tidak hanya digunakan untuk tali kapal dan kertas khusus, tetapi juga dalam produksi kabel bawah laut, tekstil premium, dan komponen otomotif ramah lingkungan.

Permintaan global yang terus meningkat, diperkirakan mencapai 600.000 ton per tahun, sementara produksi global baru 78.200 ton, memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk mengisi kekosongan tersebut melalui inovasi dan pengembangan produk turunan abaca.

Promosi produk abaca secara konsisten di pasar internasional menjadi langkah penting untuk memperluas pangsa pasar global.

Pemerintah perlu memfasilitasi partisipasi produsen abaca dalam pameran dagang internasional dan forum bisnis global.

Baca juga: Minyak Nilam Indonesia yang Mengharumkan Dunia

Kolaborasi dengan perusahaan multinasional, seperti perusahaan Jepang dan Jerman yang memiliki teknologi pemrosesan serat canggih, dapat mempercepat pengembangan produk berbasis abaca.

Selain itu, pengembangan industri ini harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip keberlanjutan lingkungan.

Sistem rotasi tanaman, penggunaan pupuk organik, dan pengelolaan lahan yang ramah lingkungan menjadi langkah penting dalam menjaga kelestarian abaca di masa depan.

Edukasi dan pemberdayaan masyarakat lokal dalam seluruh rantai produksi juga perlu dilakukan untuk memastikan bahwa manfaat ekonomi.

Inovasi dan keberlanjutan

Riset dan eksplorasi genetik di Kepulauan Talaud pada 1999 mengungkap potensi besar tanaman abaca dengan ditemukannya 15 aksesi yang memiliki karakteristik unik, mulai dari variasi warna batang hingga kekuatan serat yang berbeda-beda.

Beberapa aksesi bahkan mampu tumbuh hingga mencapai tinggi 7 meter dengan diameter batang lebih dari 30 cm.

Penemuan ini menjadi bukti nyata akan kekayaan sumber daya genetik Indonesia yang dapat dioptimalkan dalam industri serat alami global.

Sebagai tindak lanjut dari hasil riset tersebut, Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas), yang saat ini dibawah koordianasi BSIP Perkebunan, telah merilis tiga varietas unggul abaca, yaitu Hote Abakatas 1, 2, dan 3, dengan produktivitas mencapai 5.010 kg serat per hektare per tahun.

Keberhasilan ini didukung oleh penerapan teknologi kultur jaringan yang memungkinkan perbanyakan bibit secara lebih cepat dan efisien.

Selain itu, di Malang telah berdiri Kebun Benih Induk (KBI) abaca yang menjadi pusat konservasi plasma nutfah dengan koleksi 82 klon abaca.

KBI terus mengembangkan riset untuk mendukung terciptanya varietas unggul baru yang lebih produktif dan tahan penyakit.

Baca juga: Superfood Daun Kelor: Nilai Gizi, Ekonomi, dan Lingkungan

Meskipun inovasi varietas dan upaya konservasi genetik telah dilakukan, pengembangan abaca di Indonesia masih memerlukan dukungan ekosistem yang lebih komprehensif.

Kolaborasi antara pemerintah, peneliti, dan masyarakat lokal sangat dibutuhkan untuk memperluas dampak positif dari pengembangan komoditas ini.

Tantangan yang dihadapi tidaklah sedikit, di antaranya terbatasnya infrastruktur pengolahan, kurangnya promosi di pasar internasional, serta kesulitan dalam memperluas lahan budidaya.

Oleh karena itu, diperlukan langkah strategis berupa investasi dalam perluasan lahan di wilayah potensial seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Utara.

Proses pengembangan ini harus dilakukan secara berkelanjutan dengan melibatkan komunitas lokal dalam pengelolaannya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Asa Pohon Mete di Tanah Gersang
Asa Pohon Mete di Tanah Gersang
Varietas Tanaman
Belajar dari Sukun Kukus: Menguatkan Ketahanan Pangan lewat Keanekaragaman
Belajar dari Sukun Kukus: Menguatkan Ketahanan Pangan lewat Keanekaragaman
Varietas Tanaman
Halusinasi Negara Agraris
Halusinasi Negara Agraris
Tips
Waktunya Jujur: Petani Butuh Fakta, Bukan Ilusi Statistik
Waktunya Jujur: Petani Butuh Fakta, Bukan Ilusi Statistik
Tips
Jangan Korbankan Teh: Investasi Hijau untuk Masa Depan
Jangan Korbankan Teh: Investasi Hijau untuk Masa Depan
Varietas Tanaman
Mengungkap Potensi Kedawung yang Terabaikan
Mengungkap Potensi Kedawung yang Terabaikan
Varietas Tanaman
Briket Arang Kelapa: Limbah Jadi Komoditas Ekspor
Briket Arang Kelapa: Limbah Jadi Komoditas Ekspor
Varietas Tanaman
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Varietas Tanaman
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Varietas Tanaman
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Varietas Tanaman
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Tips
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Varietas Tanaman
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Varietas Tanaman
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Varietas Tanaman
Masa Depan Pala Banda
Masa Depan Pala Banda
Varietas Tanaman
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau