Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kuntoro Boga
Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Kementan

Praktisi, Peneliti dan Pengamat Pertanian

Menata Ulang Kemitraan Gula: Jalan Menuju Kemandirian

Kompas.com, 3 November 2025, 11:00 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Wisnubrata

INDUSTRI gula Indonesia pernah mencapai masa kejayaan pada era 1930-an, ketika menjadi salah satu pengekspor terbesar dunia. Setelah kemerdekaan, pabrik-pabrik gula di Jawa bergantung pada tebu rakyat yang ditanam oleh petani kecil.

Upaya memperkuat hubungan antara petani dan pabrik pernah dilakukan melalui program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) sejak tahun 1975 dengan tujuan mulia, yaitu meningkatkan pendapatan petani dan memenuhi kebutuhan gula nasional.

Namun, siklus panen yang panjang, keterlambatan kredit, serta masalah operasional pabrik membuat petani rugi dan enggan menanam tebu. Rendemen menurun, harga gula tidak sebanding dengan biaya produksi, dan praktik ketidakadilan dalam antrian maupun penimbangan memperparah ketidakpercayaan petani terhadap pabrik.

Kegagalan program kemitraan di masa lalu memberi pelajaran penting, bahwa tanpa hubungan yang saling menguntungkan, kemandirian gula sulit tercapai. Insentif ekonomi menjadi kunci utama agar petani tetap menanam tebu.

Pemerintah pernah memperbaiki sistem bagi hasil dari 66:34 menjadi 70:30 untuk mendorong semangat petani, namun transparansi dan keadilan tetap menjadi tantangan. Ketidakjelasan dalam pengukuran rendemen dan harga menimbulkan konflik, sementara pola jual putus tidak memberi jaminan keuntungan jangka panjang. Keberhasilan kemitraan juga sangat bergantung pada kehadiran pendampingan teknis yang konsisten dari pabrik dan dukungan kebijakan yang berpihak kepada petani.

Selain insentif, kelembagaan petani yang kuat menjadi fondasi utama kemitraan. Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) pada beberapa kasus terbukti efektif memperjuangkan akses pupuk, kredit, dan kebijakan harga yang lebih adil. Koperasi berperan menjembatani kebutuhan petani dengan pabrik, sementara APTRI mengawal kebijakan nasional.

Ketika pendampingan dan kelembagaan berjalan baik, produktivitas tebu meningkat dan hubungan petani–pabrik menjadi lebih seimbang.

Pelajaran dari masa lalu jelas, bahwa keberhasilan industri gula Indonesia ke depan bergantung pada kemitraan yang transparan, adil, dan berkelanjutan antara petani dan pabrik sebagai dua pilar utama rantai produksi gula nasional.

Baca juga: Bongkar Ratoon Tebu, Jalan Cepat Swasembada Gula

Urgensi Kemitraan

Kemitraan yang sehat antara pabrik gula (PG) dan petani tebu merupakan syarat mutlak bagi keberlanjutan pasokan bahan baku industri gula nasional. Contoh paling nyata terlihat di Jawa Timur, provinsi yang menjadi lumbung gula Indonesia. Provinsi ini menyumbang lebih dari 50 persen produksi gula nasional, dengan total produksi mencapai sekitar 1,28 juta ton pada 2024 dan areal tebu rakyat seluas 238 ribu hektare.

Kontribusi besar tersebut mustahil tercapai tanpa koordinasi erat antara belasan PG dan puluhan ribu petani plasma di sekitarnya. Kemitraan menyediakan jaminan pasar bagi petani, dan di sisi lain memastikan pabrik memperoleh pasokan bahan baku cukup untuk menggiling secara optimal setiap musimnya.

Lebih jauh, kemitraan yang kuat memberi kepastian harga dan rasa keadilan bagi petani. Pola kemitraan berbasis kontrak atau bagi hasil terbukti lebih stabil dibandingkan sistem jual putus, karena mampu meredam gejolak harga pasar.

Dalam skema Sistem Bagi Hasil (SBH), pabrik dan petani berbagi risiko, saat harga gula naik, petani menikmati hasil lebih besar, saat harga turun, pabrik menanggung sebagian beban. Pola ini menciptakan keseimbangan dan memperkuat motivasi petani untuk terus menanam tebu, sebab ada jaminan pasar dan proteksi harga yang relatif stabil.

Pemerintah pun menyadari pentingnya jaminan harga untuk menjaga semangat petani. Melalui penetapan Harga Patokan Petani (HPP) setiap tahun, Kementerian Pertanian memastikan petani memperoleh keuntungan yang layak. Karena itu, dukungan kebijakan harga, transparansi lelang, dan kemudahan akses permodalan menjadi bagian penting dari upaya menjaga hubungan harmonis antara PG dan petani.

Kemitraan sejatinya bukan sekadar hubungan bisnis, melainkan strategi pembangunan ekonomi yang menyeluruh. Bagi petani, kemitraan yang tertata baik membuka peluang peningkatan pendapatan, akses modal, dan produktivitas. Di sisi lain, pabrik diuntungkan karena kapasitas giling dapat terjaga dan efisiensi produksi meningkat. Hasilnya bukan hanya peningkatan produksi, tetapi juga kesejahteraan yang menetes hingga ke desa-desa.

Uang hasil tebu berputar di ekonomi lokal, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat kemandirian ekonomi masyarakat. Dengan demikian, kemitraan PG–petani bukan hanya instrumen bisnis, tetapi investasi sosial ekonomi menuju kemandirian gula Indonesia.

Baca juga: Kawasan Tebu Nasional dalam Kekosongan Implementasi

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Asa Pohon Mete di Tanah Gersang
Asa Pohon Mete di Tanah Gersang
Varietas Tanaman
Belajar dari Sukun Kukus: Menguatkan Ketahanan Pangan lewat Keanekaragaman
Belajar dari Sukun Kukus: Menguatkan Ketahanan Pangan lewat Keanekaragaman
Varietas Tanaman
Halusinasi Negara Agraris
Halusinasi Negara Agraris
Tips
Waktunya Jujur: Petani Butuh Fakta, Bukan Ilusi Statistik
Waktunya Jujur: Petani Butuh Fakta, Bukan Ilusi Statistik
Tips
Jangan Korbankan Teh: Investasi Hijau untuk Masa Depan
Jangan Korbankan Teh: Investasi Hijau untuk Masa Depan
Varietas Tanaman
Mengungkap Potensi Kedawung yang Terabaikan
Mengungkap Potensi Kedawung yang Terabaikan
Varietas Tanaman
Briket Arang Kelapa: Limbah Jadi Komoditas Ekspor
Briket Arang Kelapa: Limbah Jadi Komoditas Ekspor
Varietas Tanaman
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Varietas Tanaman
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Varietas Tanaman
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Varietas Tanaman
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Tips
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Varietas Tanaman
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Varietas Tanaman
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Varietas Tanaman
Masa Depan Pala Banda
Masa Depan Pala Banda
Varietas Tanaman
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau