
Banyak petani di sekitar Danau Toba dan sentra lainnya membuktikan bahwa lahan kritis yang dulu tak produktif kini menghasilkan pendapatan rutin.
Ampas penyulingan pun dimanfaatkan kembali sebagai pakan ternak dan kompos, menciptakan sistem produksi yang nyaris tanpa limbah. Serai wangi membuktikan bahwa konservasi tidak selalu identik dengan pengorbanan ekonomi.
Selain aren dan serai wangi, alam masih menyediakan sekutu konservasi lain seperti vetiver, bambu, dan pohon-pohon lokal berakar kuat.
Vetiver dikenal sebagai “paku alam” dengan akar yang menghunjam dalam hingga beberapa meter, menguatkan lereng bukit, tanggul, dan tebing jalan.
Bambu dengan rimpun lebatnya efektif menahan erosi dan menstabilkan bantaran sungai, sekaligus memberi nilai ekonomi dari batang dan rebung.
Pohon beringin, trembesi, bendo, gayam, dan kepuh turut memainkan peran penting sebagai penjaga air dan tanah di berbagai bentang alam Indonesia.
Seluruh tanaman ini menemukan kekuatan maksimalnya ketika dirangkai dalam satu sistem agroforestri terpadu.
Baca juga: Nirempati di Tengah Puing, Ruang Kosong dalam Komunikasi Kepemimpinan Tata Kelola Bencana
Aren tumbuh menjulang di atas, kopi atau kakao berproduksi di bawahnya, sementara vetiver dan serai wangi mengunci lereng dari erosi.
Tajuk berlapis meneduhkan tanah, akar dengan kedalaman berbeda saling melengkapi menyerap air dan unsur hara.
Inilah wajah pertanian masa depan yang tidak hanya produktif, tetapi juga tangguh menghadapi banjir dan longsor.
Dengan menanam tanaman yang tepat di tempat yang tepat, kita sejatinya sedang membangun pertahanan alami bagi bumi sekaligus menumbuhkan kesejahteraan dari akarnya.
Tanaman-tanaman penyelamat alam mengajarkan kita bahwa solusi banjir dan longsor sejatinya telah tumbuh di sekitar kita.
Aren di lereng, vetiver di tanggul, bambu di tepi sungai, atau serai wangi di perbukitan bukan sekadar tanaman biasa, melainkan benteng alami yang menahan air dan mengikat tanah.
Menanam pohon di lahan kritis sesungguhnya adalah menanam harapan. Harapan agar hujan yang turun menjadi berkah, bukan bencana. Agar tanah tetap subur di tempatnya, bukan runtuh menghancurkan kehidupan.
Langkah ini mungkin tampak kecil, tetapi dampaknya menjalar jauh hingga ke hilir, menjaga mata air, mendukung pertanian, dan melindungi permukiman.
Lebih dari itu, tanaman konservasi menghadirkan paradigma bahwa menjaga alam tidak harus bertentangan dengan nilai ekonomi.
Aren, serai wangi, tanaman kopi, dan bambu dalam konsep agroforesteri membuktikan bahwa konservasi dapat berjalan seiring dengan kesejahteraan.
Gula aren, minyak atsiri, hingga produk kopi dan bambu menjadi insentif nyata bagi masyarakat untuk merawat lingkungan secara berkelanjutan.
Inilah solusi berbasis alam yang menang-kemenangan, alam pulih, bencana ditekan, ekonomi rakyat bergerak.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang