Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Budidaya Padi Hidroponik dan Keuntungannya

Kompas.com, 12 Februari 2023, 23:36 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Umumnya, budidaya padi dilakukan di lahan sawah. Namun, bagaimana jika ingin menanam padi di perkotaan dengan lahan yang terbatas?

Nah, untuk Anda yang ingin mencoba menanam padi di lahan terbatas, hidroponik bisa menjadi solusinya.

Dikutip dari laman Dinas Pertanian Kota Semarang, Minggu (12/2/2023), hidroponik padi adalah cara budidaya padi dengan menggunakan wadah sebagai tempat tumbuh kembang tanaman pengganti sawah (lahan).

Baca juga: 6 Tahap Budidaya Pegagan Hidroponik, Mudah Diaplikasikan

Ilustrasi padi hidroponik, menanam padi dengan sistem hidroponik. SHUTTERSTOCK/ATIEK ARIEF Ilustrasi padi hidroponik, menanam padi dengan sistem hidroponik.

Media yang digunakan untuk menanam padi hidroponik adalah tanah sawah yang diletakkan pada nettpot dan usahakan beri penopang media supaya tidak larut terbawa air. Pada nettpot diberi sumbu yang terbuat dari kain flannel dan diletakkan di atas air.

Kain sumbu berguna untuk membantu tanaman padi dalam penyerapan nutrisi pada air.

Varietas padi yang di tanam adalah Pamera (Padi Merah Wangi Aromatic). Padi ini memiliki bentuk tanaman tegak tinggi sekitar 106 cm, bentuk gabah ramping berwarna kuning.

Umur panen varietas padi ini sekitar 113 hari setelah semai dengan hasil panen rata-rata sekitar 6,43 ton per hektar dan potensi hasil sekitar 11,33 ton per hektar. Varietas padi ini menghasilkan tekstur nasi sedang dengan kadar amilosa 21,1 persen.

Baca juga: 6 Jenis Tanaman Hidroponik, Bisa Ditanam di Rumah

Keuntungan budidaya padi hidroponik adalah sebagai berikut.

1. Minim biaya pengelolaan

Pengelolaan padi hidroponik tidak perlu mengeluarkan biaya traktor (pembajakan), tandur (penanaman) dan matun (penyiangan rumput).

Biasanya, biaya untuk pengelolaan tanaman padi konvensional sangat mahal, bisa mencapai Rp 2,5 juta sampai Rp 3 juta untuk lahan seluas 1 hektar.

Ilustrasi tanaman padiShutterstock/su prasert Ilustrasi tanaman padi

2. Tidak membutuhkan banyak pupuk

Pemupukan padi dengan metode hidroponik dapat lakukan dengan menggunakan nutrisi A dan B yang biasa digunakan untuk tanaman hidroponik lainnya.

Baca juga: Buah yang Ditanam di Tanah Vs Hidroponik, Apa Bedanya?

Tidak seperti padi di sawah, budidaya padi dengan paralon ini tidak melulu menggunakan pupuk urea, pupuk SP36, atau pupuk phonska. Cukup menggunakan nutrisi A dan B tanaman padi bisa tumbuh subur.

3. Bebas hama

Budidaya padi hidroponik memiliki keamanan yang cukup tinggi terhadap risiko gangguan hama yang sering muncul dari tanah, misalnya tikus.

4. Lebih bersih dan steril

Dalam budidaya padi hidroponik, tidak ada tanah yang berceceran.

5. Panen lebih mudah

Hasilnya bisa dipanen kapan saja dan mudah diambil. Tanaman padi pun bisa tumbuh lebih cepat, jika diawasi dan dikelola dengan tepat.

Baca juga: Cara Menanam Cabai Hidroponik Sistem Wick

Sistem hidroponik yang digunakan untuk menanam padi adalah sistem wick. Sistem wick atau sistem sumbu adalah salah satu sistem hidroponik yang paling sederhana.

Ini merupakan sistem pasif yang berarti tidak ada bagian yang bergerak. Dinamakan sistem sumbu karena dalam pemberian asupan nutrisi melewati akar tanaman disalurkan dengan bantuan sumbu yang terbuat dari kain flanel atau jenis bahan lain yang mudah menyerap air.

Kelebihan hidroponik sistem wick adalah sebagai berikut.

  • Tanaman bisa mendapat pasokan air dan nutrisi secara terus-menerus.
  • Biaya pembuatan yang murah.
  • Perawatan tanaman mudah karena tidak perlu melakukan penyiraman.
  • Tidak tergantung listrik
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Waktunya Jujur: Petani Butuh Fakta, Bukan Ilusi Statistik
Waktunya Jujur: Petani Butuh Fakta, Bukan Ilusi Statistik
Tips
Jangan Korbankan Teh: Investasi Hijau untuk Masa Depan
Jangan Korbankan Teh: Investasi Hijau untuk Masa Depan
Varietas Tanaman
Mengungkap Potensi Kedawung yang Terabaikan
Mengungkap Potensi Kedawung yang Terabaikan
Varietas Tanaman
Briket Arang Kelapa: Limbah Jadi Komoditas Ekspor
Briket Arang Kelapa: Limbah Jadi Komoditas Ekspor
Varietas Tanaman
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Varietas Tanaman
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Varietas Tanaman
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Varietas Tanaman
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Tips
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Varietas Tanaman
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Varietas Tanaman
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Varietas Tanaman
Masa Depan Pala Banda
Masa Depan Pala Banda
Varietas Tanaman
Revitalisasi Kebun Teh: Menyatukan Alam, Wisata, dan Harapan
Revitalisasi Kebun Teh: Menyatukan Alam, Wisata, dan Harapan
Varietas Tanaman
Pasar Organik dan Produk Perkebunan
Pasar Organik dan Produk Perkebunan
Varietas Tanaman
DNA Petani Kita, Tangguh di Era Modernisasi
DNA Petani Kita, Tangguh di Era Modernisasi
Perawatan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau