JAKARTA, KOMPAS.com - Tanaman ekor naga (Rhaphidophora pinnata Schott.) berasal dari Himalaya. Tanaman ini merupakan tanaman herbal, epifit, merambat, dan memanjat dengan tinggi 5 hingga 20 meter.
Dikutip dari laman Cybex Kementerian Pertanian RI, Senin (12/6/2023), akar tanaman ekor naga melekat pada tumpuannya seperti tembok atau pohon dan juga memiliki akar gantung. Batang tanaman ekor naga berwarna hijau dan berbentuk bulat dan memiliki nodus-nodus.
Tanaman ekor naga memiliki daun berwarna hijau, berbagi-bagi dan bertoreh serta ujung daunnya meruncing. Spatha berbentuk seperti kano, berwarna hijau dan spadic berbentuk silindris.
Baca juga: Ini Manfaat dan Cara Membuat POC dari Urin Kelinci
Tanaman ini memiliki habitat yang tersebar luas di Asia selatan hingga Australia.
Pada umumnya masyarakat mengonsumsi tanaman ini dengan cara meminum air rebusan daun untuk mengobati penyakit kanker, menurunkan lemak tubuh, anti hipertensi rematik, salah urat (terkilir), batuk dan terapi stroke.
Karakter simplisia daun ekor naga secara makroskopis yakni daun berwarna coklat, berkerut, bau menusuk dan memiliki rasa agak kelat.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kandungan mineral esensial pada daun ekor naga terdiri dari kalium (K), natrium (N), kalsium (Ca), besi (Fe) dan Magnesium (Mg).
Baca juga: 8 Manfaat Daun Sirih untuk Kesehatan dan Cara Menggunakannya
Tanaman ini memang memiliki daun yang sekilas mirip dengan bentuk ekor naga. Batang tanaman ekor naga tumbuh dengan melilit atau merambat, hingga mencapai tinggi sekitar 15 cm.
Batang ini mempunyai akar yang menggantung di udara dan dapat melekat. Di balik bentuknya yang unik, daun ekor naga berkontribusi di dunia pengobatan herbal.