Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kuntoro Boga
Kepala Pusat BSIP Perkebunan, Kementan

Kuntoro Boga Andri, SP, M.Agr, Ph.D, merupakan lulusan Institut Pertanian Bogor tahun 1998. Ia adalah alumni S1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Pria kelahiran Banjarmasin tahun 1974 ini diangkat sebagai CPNS pada 1999, dan mulai bekerja sebagai peneliti di BPTP Karangploso, Jawa Timur.

Mengenal Gula Bit: Inovasi Pemanis

Kompas.com - 01/02/2025, 17:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KETIKA berbicara tentang tanaman pemanis, tebu mungkin menjadi komoditas pertama yang terlintas di benak banyak orang, karena selama berabad-abad telah menjadi sumber utama produksi gula dunia.

Namun, dengan meningkatnya kesadaran akan aspek kesehatan dan dampak lingkungan, banyak pihak mulai mencari alternatif pemanis yang lebih berkelanjutan.

Gula bit, stevia, dan tanaman palma (seperti kelapa, aren, nipah, dan lontar) semakin dilirik karena lebih efisien dalam penggunaan sumber daya.

Hingga saat ini, tebu masih mendominasi industri gula global, dengan 80 persen produksi gula dunia berasal dari tebu (International Sugar Organization, 2023), di mana Brasil, India, dan Thailand menjadi tiga produsen terbesar.

Baca juga: Peluang Stevia dalam Diversifikasi Industri Gula

Namun, budidaya tebu membutuhkan lahan luas, air dalam jumlah besar, serta menghasilkan emisi karbon tinggi sehingga menimbulkan tantangan keberlanjutan.

Dalam konteks ini, gula bit muncul sebagai kandidat kuat dalam transisi menuju industri pemanis yang lebih ramah lingkungan, karena memiliki jejak karbon lebih rendah dan lebih efisien dalam penggunaan lahan serta air.

Dengan keunggulan ini, gula bit menjadi alternatif yang semakin relevan dalam memenuhi tuntutan global terhadap produksi pangan yang lebih berkelanjutan.

Budidaya gula bit: Keunggulan dan tantangan

Gula bit (Beta vulgaris) telah menjadi salah satu sumber utama produksi gula selain tebu, terutama di negara-negara beriklim sedang.

Tanaman ini menjadi pilihan utama di wilayah tersebut karena memiliki kombinasi manfaat dalam aspek agroekoklimat, lingkungan, kesehatan, dan ekonomi.

Bit gula tumbuh subur di tanah yang kaya nutrisi dan memiliki siklus panen yang lebih singkat dibandingkan tebu, sehingga lebih efisien dalam pemanfaatan lahan.

Proses produksinya dimulai dari penanaman biji hingga panen, lalu bit yang telah dipanen dikirim ke pabrik pengolahan.

Di pabrik, bit dicuci bersih sebelum melalui tahap ekstraksi, di mana irisan bit direndam dalam air panas untuk melarutkan gula yang terkandung di dalamnya. Jus bit mentah yang dihasilkan kemudian menjadi bahan utama dalam produksi gula.

Setelah tahap ekstraksi, jus bit mentah dimurnikan melalui proses pemanasan dan penambahan bahan kimia tertentu untuk mengendapkan kotoran.

Larutan gula yang telah bersih dipanaskan kembali hingga menjadi sirup kental, yang kemudian didinginkan perlahan untuk membentuk kristal gula.

Kristal ini kemudian dipisahkan dari cairan sisa menggunakan teknik sentrifugasi. Untuk menghasilkan gula putih berkualitas tinggi, kristal gula dapat menjalani proses pemurnian tambahan, seperti pencucian dan pemutihan.

Selain menghasilkan gula, industri gula bit juga memanfaatkan produk sampingan dari proses produksinya.

Baca juga: Mengoptimalkan Keunggulan Tanaman Obat Indonesia

Ampas bit yang kaya nutrisi sering digunakan sebagai pakan ternak, sementara limbah cair dapat diolah kembali menjadi produk sampingan lain atau digunakan kembali dalam proses produksi untuk mengurangi limbah.

Efisiensi penggunaan bahan baku ini mencerminkan kontribusi gula bit terhadap keberlanjutan industri pangan.

Keunggulan lain dari gula bit adalah kemampuannya untuk tumbuh di daerah dengan curah hujan lebih sedikit dibandingkan tebu, serta siklus pertumbuhannya yang lebih singkat, hanya 5-6 bulan, dibandingkan tebu yang memerlukan 12-18 bulan untuk panen.

Selain itu, bit gula juga lebih hemat air dibandingkan tebu, yang membutuhkan irigasi intensif di daerah tropis yang sering mengalami kelangkaan air.

Dengan berbagai keunggulan tersebut, gula bit menjadi alternatif pemanis yang lebih efektif dan berkelanjutan bagi industri pangan global.

Kementerian Pertanian (Kementan) memiliki peran strategis dalam pengembangan budidaya dan produksi gula bit di Indonesia.

Salah satu inisiatif penting adalah kerja sama antara Kementan dengan PT Gula Bit Nusantara dengan Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) dan PT Perkebunan Nusantara X (PTPN X) untuk mengembangkan bit gula tropis.

Jenis ini dipilih karena memiliki siklus panen yang lebih pendek, toleran terhadap cekaman lingkungan, serta potensi produksi yang tinggi, mencapai 130 ton per hektare.

Selain itu, melalui program Kerja Sama Kemitraan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nasional (KKP3N), Badan Litbang Pertanian (Saat ini menjadi BSIP) bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi dan lembaga penelitian lainnya, guna mengembangkan teknologi budidaya bit gula yang sesuai dengan kondisi agroklimat Indonesia.

Baca juga: Bahan Bakar Nabati Alternatif Selain Sawit

Adaptasi industri dan pasar

Meskipun gula bit memiliki berbagai keunggulan dalam efisiensi sumber daya dan keberlanjutan lingkungan, pengembangannya masih menghadapi beberapa tantangan utama.

Salah satu hambatan terbesar adalah biaya awal yang tinggi, terutama dalam pembangunan infrastruktur pengolahan yang belum sepopuler industri tebu.

Investasi yang diperlukan untuk mendukung produksi gula bit, termasuk fasilitas ekstraksi dan pemurnian, masih tergolong mahal, sehingga membatasi ekspansi ke negara-negara yang belum memiliki industri gula bit yang mapan.

Selain itu, proses mekanisasi dalam budidaya bit juga membutuhkan teknologi khusus, yang menambah beban finansial bagi petani yang ingin beralih dari tanaman lain ke produksi gula bit.

Selain kendala biaya, adaptasi pasar juga menjadi tantangan besar, karena sebagian besar konsumen dan industri makanan masih terbiasa menggunakan gula berbasis tebu.

Agar gula bit dapat diterima secara luas, diperlukan strategi pemasaran yang kuat, edukasi konsumen mengenai manfaatnya, serta insentif dari pemerintah untuk meningkatkan daya saingnya di pasar global.

Perubahan regulasi juga menjadi faktor yang dapat memperlambat pertumbuhan industri ini, terutama di negara-negara yang menerapkan proteksionisme terhadap industri gula tebu domestik.

Kebijakan yang membatasi impor gula bit atau memberikan subsidi besar bagi gula tebu dapat menghambat kompetisi yang sehat dan memperlambat diversifikasi sumber gula secara global.

Oleh karena itu, kebijakan yang lebih fleksibel serta kerja sama internasional sangat diperlukan untuk mendukung transisi menuju produksi gula yang lebih berkelanjutan.

Dengan permintaan gula dunia yang terus meningkat, diproyeksikan mencapai 185 juta ton pada 2023 (USDA, 2023), diversifikasi sumber gula menjadi keharusan untuk mengurangi dampak lingkungan.

Budidaya tebu tidak hanya membutuhkan lahan yang luas, tetapi juga konsumsi air yang besar serta menghasilkan emisi karbon yang signifikan.

Baca juga: Kacang Mete: Komoditas Potensial di Lahan Marginal

Salah satu dampak yang paling mengkhawatirkan adalah eksploitasi lahan, di mana di Brasil saja budidaya tebu membutuhkan 2 juta hektare lahan, sering kali mengorbankan kawasan hutan hujan Amazon.

Selain itu, setiap kilogram gula tebu membutuhkan 1.500–2.000 liter air, menjadikannya ancaman bagi daerah dengan keterbatasan sumber daya air.

Dengan berbagai tantangan ini, gula bit muncul sebagai alternatif yang lebih efisien, karena memiliki jejak karbon yang lebih rendah dan lebih hemat dalam penggunaan lahan serta air.

Pada tahun 2022, produksi gula bit di Uni Eropa mencapai 16 juta ton (Eurostat), berkontribusi hingga 20 persen dari total pasokan gula global.

Dengan meningkatnya kesadaran akan keberlanjutan dalam industri pangan, gula bit berpotensi menjadi bagian penting dari transisi menuju komoditas pemanis yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Mengenal Gula Bit: Inovasi Pemanis

Mengenal Gula Bit: Inovasi Pemanis

Varietas Tanaman
Peluang Stevia dalam Diversifikasi Industri Gula

Peluang Stevia dalam Diversifikasi Industri Gula

Varietas Tanaman
Mengoptimalkan Keunggulan Tanaman Obat Indonesia

Mengoptimalkan Keunggulan Tanaman Obat Indonesia

Varietas Tanaman
Menggali Peluang Ekonomi dan Manfaat Kayu Manis

Menggali Peluang Ekonomi dan Manfaat Kayu Manis

Varietas Tanaman
Kacang Mete: Komoditas Potensial di Lahan Marginal

Kacang Mete: Komoditas Potensial di Lahan Marginal

Varietas Tanaman
Mengembalikan Kejayaan Industri Teh Indonesia

Mengembalikan Kejayaan Industri Teh Indonesia

Varietas Tanaman
Mengawal Produksi dan Nilai Ekonomi Cengkih Indonesia

Mengawal Produksi dan Nilai Ekonomi Cengkih Indonesia

Varietas Tanaman
Sagu: Deposit Pangan Indonesia

Sagu: Deposit Pangan Indonesia

Varietas Tanaman
Pinang dan Pemanfaatan di Masa Depan

Pinang dan Pemanfaatan di Masa Depan

Varietas Tanaman
Kelapa Kopyor: Potensi Komoditas Unggulan Indonesia

Kelapa Kopyor: Potensi Komoditas Unggulan Indonesia

Varietas Tanaman
Pohon Aren: Pangan, Energi, dan Lingkungan

Pohon Aren: Pangan, Energi, dan Lingkungan

Varietas Tanaman
Cara Menanam Pepaya di Pot dari Biji supaya Buahnya Lebat

Cara Menanam Pepaya di Pot dari Biji supaya Buahnya Lebat

Varietas Tanaman
7 Tanaman yang Cocok Ditanam di Sebelah Daun Bawang

7 Tanaman yang Cocok Ditanam di Sebelah Daun Bawang

Varietas Tanaman
Cara Menanam Lidah Buaya agar Cepat Besar

Cara Menanam Lidah Buaya agar Cepat Besar

Varietas Tanaman
Cara Perbanyak Lidah Buaya Menggunakan Anakan

Cara Perbanyak Lidah Buaya Menggunakan Anakan

Varietas Tanaman
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau