Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Budidaya Padi Salibu untuk Mempercepat Swasembada Pangan

Kompas.com - 4 Desember 2022, 11:14 WIB
Siti Nur Aeni

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagai inovasi budidaya padi terus digencarkan untuk mempercepat swasembada pangan yang berkelanjutan. Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan yaitu budidaya padi salibu.

Apa itu budidaya padi salibu? Dilansir dari Cybext Kementerian Pertanian, Minggu (4/12/2022), berikut penjelasan selengkapnya.

Baca juga: Simak, Cara Menanam Padi Metode Hezton

Mengenal budidaya padi salibu

Budidaya padi salibu adalah teknologi budidaya ratun yang artinya tunggul setelah panen tanaman utama dengan tinggi kurang lebih 25 cm, dipelihara 7 sampai 10 hari atau dibiarkan sampai keluar tunas baru.

Ilustrasi tanaman padi.UNSPLASH/ANDHIKA Y. WIGUNA Ilustrasi tanaman padi.

Keuntungan dari teknik budidaya ini yaitu hemat tenaga kerja, waktu, dan biaya. Hal tersebut dikarenakan tidak perlu pengolahan lahan dan penanaman ulang serta bisa mengurangi kebiasaan petani membakar jerami.

Tak hanya itu, cara menanam padi salibu juga bisa meningkatkan produktivitas padi. Hal ini bisa meningkatkan indeks panen mencapai 2 sampai 3 kali dalam satu tahun.

Baca juga: Mengenal Sistem Budidaya Mina Padi yang Menguntungkan

Jumlah anakan yang dihasilkan dari teknik budidaya padi ini juga lebih banyak dan seragam. Penggunaan varietas unggul akan membuat hasil panen semakin maksimal.

Varietas padi yang dapat ditanam dengan sistem salibu

Terdapat beberapa varietas padi yang sudah dikaji dan ditanam menggunakan sistem salibu, antara lain; varietas Batang Piaman, Cisoka, Inpari 19, Inpari 21, dan Logawa. Selain itu, padi hibrida seperti Hipa 3, Hipa 4, Hipa 5, Rokan, dan Cimelati juga bisa menghasilkan ratun yang baik dan dapat tumbuh dengan baik saat ditanam dengan sistem salibu.

Budidaya padi salibu

Secara umum, menanam padi dengan sistem salibu tidak berbeda jauh dengan budidaya pada umumnya. Teknologi ini juga bisa diterapkan di berbagai jenis lahan, seperti lahan irigasi desa, tadah hujan, hingga lahan pasang surut. Berikut penjelasan selengkapnya.

Baca juga: Simak, Ini Cara Seleksi Benih Padi sebelum Menyemai

Lahan irigasi

Ilustrasi tanaman padiShutterstock/su prasert Ilustrasi tanaman padi

Lahan irigasi desa biasanya memiliki sistem pengairan yang mudah diatur. Jika lahan kurang basah saat panen, maka masukkan air ke lahan setelah panen.

Tunggul sisa panen kemudian dibiarkan 7 sampai 10 hari setelah panen agar muncul anakan baru. Apabila tunas yang keluar kurang dari 70 persen dari populasi, maka sebaiknya tidak dilakukan budidaya salibu.

Sedangkan jika tunas yang tumbuh lebih dari 70 persen, maka lakukan pemotongan tunggul sisa panen secara seragam hingga ketinggiannya 3 sampai 5 cm dari permukaan. Lakukan perombakan sisa jerami bekas potongan tunggul menggunakan dekomposer agar cepat.

Baca juga: Simak, Cara Menanam Padi Metode SRI

Lahan tadah hujan

Sebelum melakukan penanaman padi di lahan tadah hujan, maka lakukan pengolahan secara sempurna dan berikan pupuk organik sebanyak 2 sampai 5 ton/ha. Ketika panen tanaman utama, kondisi lahan sebaiknya tidak terlalu kering.

Jika terlalu kering, maka perlu penambahan air secepatkan setelah panen. Sisa pemotongan panen tanaman utama diletakkan di sekitar tanaman atau sebagai penutup permukaan tanah. Tujuannya agar kelembapan tanah tetap terjaga.

Tunggul sisa panen dibiarkan 7 sampai 10 hari atau sampai keluar anakan baru. Apabila tunas yang keluar kurang dari 70 persen, sebaiknya tidak dilakukan budidaya salibu.

Baca juga: Tips Budidaya Tanaman Padi di Sawah Tadah Hujan

Sebaliknya, jika tunas yang muncul lebih dari 70 persen, maka lakukan pemotongan tunggul secara seragam. Perombakan sisa jerami bekas pemotongan tunggul dipercepat dengan bantuan dekomposer.

Lahan pasang surut

Sistem budidaya padi salibu di lahan pasang surut biasanya dilakukan saat musim tanam periode Oktober sampai Maret. Sama seperti budidaya padi salibu di lahan irigasi desa dan tadah hujan, tunas sisa panen di lahan pasang surut juga dibiarkan selama 7 sampai 10 hari setelah panen.

Saat tunas baru tumbuh lebih dari 70 persen, maka lakukan pemotongan sampai tanaman setinggi 3 sampai 5 cm. Lakukan juga pengomposan sisa jerami dari potongan tunggul menggunakan dekomposer.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Varietas Tanaman
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Varietas Tanaman
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Varietas Tanaman
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Tips
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Varietas Tanaman
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Varietas Tanaman
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Varietas Tanaman
Masa Depan Pala Banda
Masa Depan Pala Banda
Varietas Tanaman
Revitalisasi Kebun Teh: Menyatukan Alam, Wisata, dan Harapan
Revitalisasi Kebun Teh: Menyatukan Alam, Wisata, dan Harapan
Varietas Tanaman
Pasar Organik dan Produk Perkebunan
Pasar Organik dan Produk Perkebunan
Varietas Tanaman
DNA Petani Kita, Tangguh di Era Modernisasi
DNA Petani Kita, Tangguh di Era Modernisasi
Perawatan
Menikmati Renyahnya Potensi Kenari Ternate
Menikmati Renyahnya Potensi Kenari Ternate
Varietas Tanaman
Menata Ulang Kemitraan Gula: Jalan Menuju Kemandirian
Menata Ulang Kemitraan Gula: Jalan Menuju Kemandirian
Varietas Tanaman
Kluwek: Rahasia Kepayang pada Kuliner Nusantara
Kluwek: Rahasia Kepayang pada Kuliner Nusantara
Varietas Tanaman
Bongkar Ratoon Tebu, Jalan Cepat Swasembada Gula
Bongkar Ratoon Tebu, Jalan Cepat Swasembada Gula
Varietas Tanaman
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau