JAKARTA, KOMPAS.com - Nur Kholifah memiliki mimpi membawa produk kopi Gucialit semakin dikenal, dan petani lebih sejahtera. Gucialit adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, kampung halamannya.
Dengan sang suami, Nur menggagas produk kopi bermerek Kopi Gucialit, yang bermitra dengan petani.
Ia pun melahirkan program Menabung Kopi yang dirasakan manfaatnya oleh para petani kopi mitra Kopi Gucialit. Dari berproduksi di sebuah tempat bekas bengkel, kini Kopi Gucialit memiliki rumah produksi sendiri yang diberi nama Bale Kopi Gucialit.
Baca juga: Surveyor Indonesia Berdayakan Petani Kopi di Kabupaten Bandung
Sudah enam tahun Nur dan Rifqi, suaminya, menjalankan Kopi Gucialit. Nur masih tetap melakukan pengamatan, riset, hingga melihat potensi besar yang dimiliki kopi Gucialit.
Selama dua tahun ia berkeliling di Kecamatan Gucialit, berinteraksi dengan petani, dan menyusun apa yang bisa dilakukan dengan kenyataan yang ia jumpai di lapangan.
“Yang saya lihat, potensi kopi banyak banget, tapi belum ada yang mengolah kopi dan dijual produknya. Dari situ, saya melihat ada peluang, dan akhirnya coba mengolah biji kopi dari petani lokal,” kata Nur dalam pernyataannya, Jumat (5/7/2024).
Ia pun mulai merintis dengan peralatan seadanya, berbekal alat grinding manual. Untuk me-roasting kopi pun Nur dan suaminya harus ke wilayah kota karena tidak memiliki mesin roasting sendiri.
Baca juga: Cara Pengeringan Biji Kopi dengan Benar agar Mutunya Terjaga
Pada tahun 2019, Nur dan suaminya menggagas program Menabung Kopi. Program ini berawal dari fenomena banyaknya petani kopi di Gucialit yang tak langsung menjual produksi kopinya.
Sebagian besar memilih menyimpan kopinya sehingga berisiko terhadap kualitas produk.
“Petani kopi di Gucialit itu punya kebiasaan menyimpan kopinya. Kalau enggak butuh mendesak, enggak akan dijual itu kopinya. Kebiasaan ini punya kelemahan, terkait penyimpanan kopi. Kalau tempat penyimpanan kurang bagus, kemasan waktu menyimpan tidak kedap udara, ada risiko kopi rusak. Akibatnya, harga murah,” ujar Nur.
Kala itu, ada petani yang menawarkan 100 kilogram kopi hasil panennya. Namun, modal dan kapasitas produksi Kopi Gucialit belum mampu membeli kopi sebanyak itu.
Baca juga: 7 Tahapan Pengolahan Biji Kopi Menjadi Kopi Bubuk Siap Seduh
Kemudian, Nur menawarkan agar kopinya dititipkan, dan jika sudah terjual, uangnya akan diberikan kepada si petani. Inilah awal mula Menabung Kopi.
Untuk memberikan keuntungan lebih, Nur membuat kesepakatan harga dengan petani dengan angka di atas harga pasar.
Menurut dia, hal ini untuk memberikan penghargaan lebih terhadap kopi dan jerih payah para petani.
Dari pengalaman satu petani ini, akhirnya petani mitra yang mengikuti program Menabung Kopi terus bertambah. Bahkan, para petani ini memanfaatkan hasil Menabung Kopi untuk berbagai kebutuhan.
Baca juga: 5 Jenis Pemangkasan Tanaman Kopi agar Produktivitasnya Maksimal
Nur juga memberikan pendampingan terhadap petani mitra terkait standar panen, pasca panen, agar kopi yang dihasilkan lebih baik.
Pada tahun 2023, ada 12 petani mitra di Kecamatan Gucialit yang ikut program Menabung Kopi.
Baru-baru ini, Nur terpilih sebagai salah satu dari 20 peserta Women Ecosystem Catalyst. WEC merupakan program yang digagas PT HM Sampoerna Tbk melalui Payung Program Keberlanjutan “Sampoerna Untuk Indonesia” bersama Perkumpulan Imajinasi Penaja Mula dan Dinas Koperasi UKM Provinsi Jawa Tengah.
Pada ajang Women Ecosystem Catalyst (WEC) 2024, Nur dengan Kopi Gucialit terpilih sebagai Most Impactful Participant.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.