Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siasat "Menabung" Kopi agar Petani Tetap Jual di Atas Harga Pasar

Kompas.com - 5 Juli 2024, 22:43 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Nur Kholifah memiliki mimpi membawa produk kopi Gucialit semakin dikenal, dan petani lebih sejahtera. Gucialit adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, kampung halamannya.

Dengan sang suami, Nur menggagas produk kopi bermerek Kopi Gucialit, yang bermitra dengan petani.

Ia pun melahirkan program Menabung Kopi yang dirasakan manfaatnya oleh para petani kopi mitra Kopi Gucialit. Dari berproduksi di sebuah tempat bekas bengkel, kini Kopi Gucialit memiliki rumah produksi sendiri yang diberi nama Bale Kopi Gucialit.

Baca juga: Surveyor Indonesia Berdayakan Petani Kopi di Kabupaten Bandung

Ilustrasi biji kopi. UNSPLASH/NADIA VALKO Ilustrasi biji kopi.

Sudah enam tahun Nur dan Rifqi, suaminya, menjalankan Kopi Gucialit. Nur masih tetap melakukan pengamatan, riset, hingga melihat potensi besar yang dimiliki kopi Gucialit.

Selama dua tahun ia berkeliling di Kecamatan Gucialit, berinteraksi dengan petani, dan menyusun apa yang bisa dilakukan dengan kenyataan yang ia jumpai di lapangan.

“Yang saya lihat, potensi kopi banyak banget, tapi belum ada yang mengolah kopi dan dijual produknya. Dari situ, saya melihat ada peluang, dan akhirnya coba mengolah biji kopi dari petani lokal,” kata Nur dalam pernyataannya, Jumat (5/7/2024).

Ia pun mulai merintis dengan peralatan seadanya, berbekal alat grinding manual. Untuk me-roasting kopi pun Nur dan suaminya harus ke wilayah kota karena tidak memiliki mesin roasting sendiri.

Baca juga: Cara Pengeringan Biji Kopi dengan Benar agar Mutunya Terjaga

Pada tahun 2019, Nur dan suaminya menggagas program Menabung Kopi. Program ini berawal dari fenomena banyaknya petani kopi di Gucialit yang tak langsung menjual produksi kopinya.

Sebagian besar memilih menyimpan kopinya sehingga berisiko terhadap kualitas produk.

“Petani kopi di Gucialit itu punya kebiasaan menyimpan kopinya. Kalau enggak butuh mendesak, enggak akan dijual itu kopinya. Kebiasaan ini punya kelemahan, terkait penyimpanan kopi. Kalau tempat penyimpanan kurang bagus, kemasan waktu menyimpan tidak kedap udara, ada risiko kopi rusak. Akibatnya, harga murah,” ujar Nur.

Ilustrasi buah kopi atau biji kopi.Shutterstock/freedomnaruk Ilustrasi buah kopi atau biji kopi.

Kala itu, ada petani yang menawarkan 100 kilogram kopi hasil panennya. Namun, modal dan kapasitas produksi Kopi Gucialit belum mampu membeli kopi sebanyak itu.

Baca juga: 7 Tahapan Pengolahan Biji Kopi Menjadi Kopi Bubuk Siap Seduh

Kemudian, Nur menawarkan agar kopinya dititipkan, dan jika sudah terjual, uangnya akan diberikan kepada si petani. Inilah awal mula Menabung Kopi.

Untuk memberikan keuntungan lebih, Nur membuat kesepakatan harga dengan petani dengan angka di atas harga pasar.

Menurut dia, hal ini untuk memberikan penghargaan lebih terhadap kopi dan jerih payah para petani.

Dari pengalaman satu petani ini, akhirnya petani mitra yang mengikuti program Menabung Kopi terus bertambah. Bahkan, para petani ini memanfaatkan hasil Menabung Kopi untuk berbagai kebutuhan.

Baca juga: 5 Jenis Pemangkasan Tanaman Kopi agar Produktivitasnya Maksimal

Nur juga memberikan pendampingan terhadap petani mitra terkait standar panen, pasca panen, agar kopi yang dihasilkan lebih baik.

Pada tahun 2023, ada 12 petani mitra di Kecamatan Gucialit yang ikut program Menabung Kopi.

Baru-baru ini, Nur terpilih sebagai salah satu dari 20 peserta Women Ecosystem Catalyst. WEC merupakan program yang digagas PT HM Sampoerna Tbk melalui Payung Program Keberlanjutan “Sampoerna Untuk Indonesia” bersama Perkumpulan Imajinasi Penaja Mula dan Dinas Koperasi UKM Provinsi Jawa Tengah.

Pada ajang Women Ecosystem Catalyst (WEC) 2024, Nur dengan Kopi Gucialit terpilih sebagai Most Impactful Participant.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Briket Arang Kelapa: Limbah Jadi Komoditas Ekspor
Briket Arang Kelapa: Limbah Jadi Komoditas Ekspor
Varietas Tanaman
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Tanaman Penyelamat Lingkungan: Mencegah Banjir dan Longsor
Varietas Tanaman
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Potensi Sabut Kelapa yang Masih Terbuang
Varietas Tanaman
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Pelajaran Swasembada Gula Nasional
Varietas Tanaman
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Mengandaikan Generasi Z Menjadi Agripreneurship
Tips
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Transformasi Kelapa: Dari Komoditas Tradisional ke Industri Bernilai Tinggi
Varietas Tanaman
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Aroma Kopi Jawa Timur: Potensi dari Lereng Ijen hingga Lembah Argopuro
Varietas Tanaman
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Ekonomi Babel: Lada Sebagai Andalan, Bukan Timah
Varietas Tanaman
Masa Depan Pala Banda
Masa Depan Pala Banda
Varietas Tanaman
Revitalisasi Kebun Teh: Menyatukan Alam, Wisata, dan Harapan
Revitalisasi Kebun Teh: Menyatukan Alam, Wisata, dan Harapan
Varietas Tanaman
Pasar Organik dan Produk Perkebunan
Pasar Organik dan Produk Perkebunan
Varietas Tanaman
DNA Petani Kita, Tangguh di Era Modernisasi
DNA Petani Kita, Tangguh di Era Modernisasi
Perawatan
Menikmati Renyahnya Potensi Kenari Ternate
Menikmati Renyahnya Potensi Kenari Ternate
Varietas Tanaman
Menata Ulang Kemitraan Gula: Jalan Menuju Kemandirian
Menata Ulang Kemitraan Gula: Jalan Menuju Kemandirian
Varietas Tanaman
Kluwek: Rahasia Kepayang pada Kuliner Nusantara
Kluwek: Rahasia Kepayang pada Kuliner Nusantara
Varietas Tanaman
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau