Agar gula bit dapat diterima secara luas, diperlukan strategi pemasaran yang kuat, edukasi konsumen mengenai manfaatnya, serta insentif dari pemerintah untuk meningkatkan daya saingnya di pasar global.
Perubahan regulasi juga menjadi faktor yang dapat memperlambat pertumbuhan industri ini, terutama di negara-negara yang menerapkan proteksionisme terhadap industri gula tebu domestik.
Kebijakan yang membatasi impor gula bit atau memberikan subsidi besar bagi gula tebu dapat menghambat kompetisi yang sehat dan memperlambat diversifikasi sumber gula secara global.
Oleh karena itu, kebijakan yang lebih fleksibel serta kerja sama internasional sangat diperlukan untuk mendukung transisi menuju produksi gula yang lebih berkelanjutan.
Dengan permintaan gula dunia yang terus meningkat, diproyeksikan mencapai 185 juta ton pada 2023 (USDA, 2023), diversifikasi sumber gula menjadi keharusan untuk mengurangi dampak lingkungan.
Budidaya tebu tidak hanya membutuhkan lahan yang luas, tetapi juga konsumsi air yang besar serta menghasilkan emisi karbon yang signifikan.
Baca juga: Kacang Mete: Komoditas Potensial di Lahan Marginal
Salah satu dampak yang paling mengkhawatirkan adalah eksploitasi lahan, di mana di Brasil saja budidaya tebu membutuhkan 2 juta hektare lahan, sering kali mengorbankan kawasan hutan hujan Amazon.
Selain itu, setiap kilogram gula tebu membutuhkan 1.500–2.000 liter air, menjadikannya ancaman bagi daerah dengan keterbatasan sumber daya air.
Dengan berbagai tantangan ini, gula bit muncul sebagai alternatif yang lebih efisien, karena memiliki jejak karbon yang lebih rendah dan lebih hemat dalam penggunaan lahan serta air.
Pada tahun 2022, produksi gula bit di Uni Eropa mencapai 16 juta ton (Eurostat), berkontribusi hingga 20 persen dari total pasokan gula global.
Dengan meningkatnya kesadaran akan keberlanjutan dalam industri pangan, gula bit berpotensi menjadi bagian penting dari transisi menuju komoditas pemanis yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.