JAKARTA, KOMPAS.com - Cabai adalah salah satu komoditas strategis di Indonesia karena dapat memengaruhi tingkat inflasi akibat fluktuasi harga yang sering terjadi di pasaran.
Kegagalan budidaya cabai umumnya disebabkan oleh kesalahan penentuan waktu tanam, budidaya petani konvensional, serta pengendalian hama penyakit yang tidak tepat.
Dikutip dari laman Cybex Kementerian Pertanian RI, Kamis (13/10/2022), cabai rawit (Capsicum frutescens) termasuk dalam famili Solanaceae dan merupakan tanaman berumur panjang (menahun). Tanaman cabai rawit bisa hidup sampai dua hingga tiga tahun apabila dipelihara dengan baik dan kebutuhan haranya tercukupi.
Baca juga: Cara Mudah Menanam Cabai Rawit agar Berbuah Lebat
Terdapat beberapa macam cabai rawit, antara lain cabai rawit kecil, sedang, dan besar. Umumnya cabai rawit kecil rasanya sangat pedas.
Cabai rawit digunakan untuk sayur, bumbu masak, asinan dan obat. Budidaya cabai rawit secara umum tidak berbeda dengan budidaya cabai merah.
Akan tetapi, yang harus diperhatikan adalah jarak tanam dan pemupukannya. Karena umurnya yang panjang, pemupukannya lebih banyak.
Selain itu, umumnya tanaman cabai rawit lebih tahan terhadap penyakit dibanding cabai yang lainnya.
Baca juga: Manfaat Micin untuk Tanaman Cabai dan Cara Menggunakannya
Cabai rawit dapat ditanam di dataran rendah maupun di dataran tinggi, namun tanaman ini lebih cocok ditanam di ketinggian antara nol hingga 500 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Produksi cabai rawit pada ketinggian di atas 500 mdpl tidak jauh berbeda, namun waktu panennya lebih panjang. Tanaman cabai rawit membutuhkan tanah gembur, kaya akan bahan organik dan pH netral, yakni 6 hingga 7.
PTT adalah pendekatan budidaya tanaman yang berdasarkan pada keseimbangan ekonomi dan ekologi. Tujuan utamanya adalah meraih keseimbangan antara pengeluaran dan pendapatan, antara proses alami dan teknologi, dengan selalu mengingat keberlanjutan dari budidaya cabai.
Baca juga: Cara Mengendalikan Lalat Buah Tanaman Cabai
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala pada budidaya tanaman cabai rawit yaitu dengan menerapkan teknologi budidaya rendah input kimia dan teknologi budidaya konservasi yang diimplementasikan pada PTT cabai rawit.
Pemupukan merupakan salah satu komponen teknologi yang sangat memengaruhi hasil bagi petani cabai. Dengan demikian, komponen pupuk ini harus benar-benar dipahami dan dilaksanakan dalam budidaya.
Pemupukan cabai rawit disesuaikan dengan kondisi lahan spesifik lokasi. Kebutuhan pupuk meliputi pupuk kandang sebanyak 10 sampai 30 ton per hektar, pupuk urea sebanyak 200 sampai 300 kg per hektar, pupuk SP-36 sebanyak 200 hingga 300 kg per hektar, dan pupuk KCl sebanyak 150 sampai 250 kg per hektar.
Pemberian pupuk kandang dan kapur dolomit dapat dilakukan saat pembuatan bedengan. Khusus untuk pupuk kandang, jika dikonversikan pertanaman mendapatkan 0,5 hingga 1,5 kg per tanaman dengan asumsi populasi tanaman 20.000 per hektar.
Baca juga: Cara Membasmi Kutu Kebul Tanaman Cabai Pakai Esktrak Bawang Merah
Pupuk buatan sebagai pupuk dasar diberikan dengan cara membuat larikan berjarak 25 sampai 30 cm dari tepi bedengan dan jarak antar larikan 70 cm. Kemudian, taburkan pupuk secara merata pada larikan tersebut.
Pemberian pupuk dasar dilakukan sebelum pemasangan mulsa sebanyak setengah dosis.
Pemupukan susulan bertujuan untuk memenuhi hara pada tanaman pada fase vegetatif hingga generatif awal dengan cara dicairkan terlebih dahulu.
Pencairan pupuk bertujuan agar hara yang dibutuhkan pada tanaman cabai menjadi cepat tersedia dan cepat pula diserap oleh tanaman sehingga pertumbuhan tanaman akan menjadi baik dan sehat.
Baca juga: Cara Mencegah Penyakit Bulai Tanaman Cabai
Pemupukan susulan diberikan pada saat tanaman berumur satu sampai empat minggu, menggunakan sisa pupuk dasar. Pemupukan susulan ini bisa dberikan dengan cara dicor atau dikocor, setiap tanaman disiram dengan 150 hingga 250 ml larutan pupuk.
Larutan pupuk dibuat dengan mengencerkan 1,5 hingga 3 kg pupuk buatan per 100 liter air.
Pemupukan susulan yang digunakan adalah pupuk NPK. Bila dikonversikan, maka konsentrasi yang digunakan adalah sebanyak 15 hingga 30 gram per 1 liter air.
Pupuk yang dilarutkan kemudian diaplikasikan dengan cara dikocor atau dicoretkan ke tanah di sekitar tanaman. Pemupukan susulan dilakukan dengan pemberian larutan pupuk NPK, dilakukan setiap minggu sejak tanaman berumur 7 hari setelah tanam (HST).
Baca juga: 3 Perbedaan Layu Fusarium dan Layu Bakteri pada Tanaman Cabai
Pemupukan selanjutnya dilakukan dua minggu sekali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.