Dengan semakin tingginya kesadaran global terhadap manfaat kesehatan dari produk herbal dan alami, biofarmaka menjadi sektor strategis yang perlu dikembangkan secara optimal.
Sebagai negara dengan biodiversitas tinggi, Indonesia memiliki peluang besar untuk menghasilkan produk-produk biofarmaka yang unik dan berdaya saing, menjadikannya salah satu pemain utama di industri obat alami dunia.
Pengembangan sektor biofarmaka juga membuka peluang untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada bahan baku impor dalam industri farmasi.
Baca juga: Menggali Peluang Ekonomi dan Manfaat Kayu Manis
Dengan memanfaatkan tanaman biofarmaka lokal, Indonesia dapat meningkatkan kemandirian dalam penyediaan bahan baku farmasi, khususnya untuk produk herbal dan suplemen.
Selain itu, optimalisasi kekayaan hayati Indonesia dapat memperkuat daya saing produk kesehatan dalam negeri, mendukung inovasi produk berbasis tanaman lokal, dan menegaskan peran Indonesia di pasar global.
Untuk mencapai ini, dukungan dari pemerintah, sektor swasta, dan institusi riset sangat diperlukan.
Hilirisasi biofarmaka merupakan langkah penting untuk mendorong industri jamu dan produk herbal Indonesia bersaing di pasar global.
Kementerian Perindustrian memperkirakan nilai pasar produk turunan biofarmaka global mencapai 200,95 miliar dollar AS (Rp 3.115 triliun), menunjukkan potensi pertumbuhan yang signifikan.
Dengan hilirisasi, produk biofarmaka Indonesia dapat berkembang dari sekadar produk tradisional menjadi suplemen kesehatan yang diakui secara internasional.
Transformasi ini akan memungkinkan produk Indonesia bersaing dengan negara-negara seperti Korea, China, dan India yang telah lebih dulu menguasai pasar herbal global.
Meski memiliki potensi besar, produk biofarmaka Indonesia masih menghadapi tantangan untuk memenuhi standar internasional.
Regulasi ketat terkait keamanan, kualitas, dan efektivitas sering kali membatasi akses produk Indonesia di pasar global.
Selain itu, banyak produk yang belum tersertifikasi atau memenuhi persyaratan seperti Good Manufacturing Practice (GMP).
Baca juga: Kacang Mete: Komoditas Potensial di Lahan Marginal
Untuk mengatasi kendala ini, pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas produk melalui standardisasi.
Salah satunya adalah penyusunan SNI kunyit (SNI 7953:2024) dan SNI jahe kering (SNI 3393:2024), yang diharapkan dapat memperkuat daya saing produk berbasis kunyit dan jahe di pasar internasional.