JAKARTA, KOMPAS.com - Bawang merah adalah salah satu tanaman hortikultura penting di Indonesia. Pun bawang merah merupakan tanaman budidaya yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Namun demikian, tidak jarang petani menghadapi berbagai kendala dan rintangan dalam budidaya bawang merah. Masalah utama dalam usaha budidaya bawang merah adalah gangguan serangan hama maupun penyakit yang sangat merugikan.
Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) dapat menyebabkan kehilangan hasil yang tidak sedikit, bahkan bisa mengakibatkan gagal panen.
Baca juga: Cara Menanam Bawang Merah untuk Memproduksi Benih TSS
Dikutip dari laman Cybex Kementerian Pertanian RI, Rabu (25/1/2023), salah satu penyakit tanaman bawang merah adalah penyakit moler atau layu fusarium. Ini adalah penyakit utama pada tanaman bawang merah yang sangat berbahaya.
Penyakit moler bawang merah disebabkan oleh jamur patogen Fusarium oxysporum f.sp. cepae.
Peningkatan intensitas serangan penyakit moler diduga disebabkan oleh perubahan iklim yang tidak menentu akhir-akhir ini. Perubahan iklim mempengaruhi perkembangan cendawan patogen secara fisiologis dan molekuler.
Pengaruh itu bisa berdampak pada meningkatnya keganasan patogen, menurut Karen A Garrett, peneliti di Department of Plant Pathology, Kansas State University, Amerika Serikat.
Baca juga: Media Tanam Bawang Merah yang Subur dan Gembur
Selain itu meningkatnya serangan moler juga disebabkan oleh kebiasaan petani yang secara terus menerus menanam bawang merah tanpa pergiliran tanaman.
Penggunaan bibit yang tidak selektif, menggunakan bibit terinfeksi serta kandungan organik tanah yang rendah juga memicu meningkatnya serangan moler.
Serangan layu fusarium mengganas saat musim hujan, di mana curah hujan yang tinggi dan pada kondisi lingkungan yang lembap memicu perkembangan jamur fusarium sangat cepat.
Penyakit moler biasanya menyerang tanaman bawang merah saat umur tanaman 35 sampai 45 hari setelah tanam. Jika bibit yang digunakan adalah bibit yang terifeksi, gejala lebih cepat terlihat yaitu pada umur 5 sampai 10 hari setelah tanam.
Baca juga: 5 Varietas Bawang Putih Lokal dan Karakteristiknya
Gejala serangan fusarium pada tanaman bawang merah antara lain sebagai berikut.
Jamur Fusarium oxsporum adalah patogen yang sulit dikendalikan, apalagi jika tanaman sudah terlanjut terinfeksi kecil kemungkinan untuk bisa diselamatkan.
Baca juga: Berapa Jarak Tanam Bawang Merah yang Ideal? Ini Penjelasannya
Pengendalian dan pencegahan harus dilakukan sejak awal, yaitu sejak pengolahan lahan dan pemilihan bibit.
Berikut ini beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit moler atau layu fusarium pada bawang merah.
Pertama, lakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang. Cara ini dilakukan untuk memutus siklus hidup fusarium yang ada di dalam tanah.
Kedua, pengolahan lahan yang baik, antara lain dengan pemncangkulan dan penjemuran lahan, serta membersihkan sisa-sisa tanaman sebelumnya.
Baca juga: Gejala dan Cara Mengendalikan Penyakit Moler Bawang Merah
Ketiga, pengapuran dengan kapur dolomit untuk meningkatkan pH tanah. pH tanah yang rendah adalah kondisi terbaik dan disukai jamur patogen.
Keempat, pastikan drainase yang baik untuk mencegah genangan air hujan di area pertanaman.
Kelima, menjaga kebersihan lingkungan dengan membersihkan gulma dan rumput liar agar area pertanaman tidak terlalu lembap.
Keenam, selektif dalam memilih benih dengan menggunakan benih atau bibit yang sehat dan bebas dari fusarium.
Baca juga: Manfaat dan Cara Membuat Zat Pengatur Tumbuh dari Bawang
Ketujuh, gunakan pupuk organik (pupuk kandang atau kompos) plus agens hayati Trichoderma sp. dan Gliocladium sp.
Terakhir, mencabut dan memusnahkan tanaman yang terinfeksi agar tidak menular ke tanaman lainnya.
Hingga saat ini belum ada fungisida kimia yang benar-benar ampuh mengendalikan jamur Fusarium penyebab penyakit moler. Namun, cara-cara berikut ini tidak ada salahnya untuk dicoba.
Berikut ini upaya untuk mengendalikan penyakit moler dengan perlakuan fungisida kimia.
Baca juga: Tahapan Budidaya Bawang Putih Organik yang Ramah Lingkungan
Pada lima hingga tujuh hari sebelum tanam, semprot lahan dengan fungisida berbahan aktif azoksistrobin dan difenokonazol.
Penyemprotan fungisida dilakukan dengan interval lima hingga tujuh hari sekali, dimulai sejak tanaman berusia 10 hingga 15 hari setelah tanam.
Aplikasi agens hayati (Trichoderma sp, Glicladium sp, PGPR, Pseudomonas fluorescens, dan lainnya) sebaiknya tidak dilakukan bersamaan dengan fungisida sintetis kimia.
Dikhawatirkan fungisida sintetis dapat mengganggu perkembangan agens hayati, sehingga agens hayati tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya. Aplikasi bisa dilakukan bergantian dengan selang waktu beberapa hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.